MENCINTAI DALAM DIAM
Kelas terdengar begitu ramai ketika para mahasiswa sudah berkumpul
dalam ruangan kelas dan menunggu dosen mereka tiba. Vincent terlihat
sedang duduk di pojokkan kelas memperhatikan seorang wanita berambut
panjang bergelombang yang mengenakan kemeja ungu yang sedang tertawa
bersama teman-temannya. Vincent memandang wanita itu dengan ujung
matanya hampir tiap detik. Dia merasakan aura tubuh wanita itu di
dekatnya. Ada keinginannya untuk memanggil wanita itu, tapi ia tak punya
keberanian sedikitpun. Nama wanita itu hanya terucap dalam batinnya.
Tidak jarang wanita yang ia pandangi menoleh melihat
kearahnya. Namun Vincent dengan cepat mengalihkan pandangannya dari
wanita itu. Ia tak ingin wanita itu tahu bahwa dirinya sedang
memperhatikan wanita itu. Vincent telah mengenal wanita itu cukup lama.
* * *
Clara seorang wanita biasa dan tidak istimewa terlihat
sedang asik bercerita dengan teman-temannya ketika sedang menunggu dosen
untuk hadir di kelas. Clara memperhatikan seluruh isi kelas. Sudah
sepuluh menit Clara dengan beberapa teman kelasnya menunggu dosen mereka
di dalam kelas, namun kelas baru terisi setengah dari seluruh mahasiswa
yang seharusnya.
Clara melihat sesosok pria yang mengenakan kaos biru
bergaris putih sedang duduk dipojokan kelas, pria itu terlihat sedang
asik memainkan handphone miliknya dengan kedua kaki yang di selonjorkan
di kursi yang ada di depannya.
**
Saat jam kosong Clara dengan Mita temannya. Pergi
kekantin untuk memberi naga peliharaan perutnya makan. Selesai mereka
makan siang, mereka keluar kantin melalui pintu Utara yang menuju ke
masjid kampus. Mereka melewati gerombolan mahasiswa teman sekelasnya.
“Ra, kayanya ada yang lagi ngomongin lo deh.” Mita
memberi tahu Clara ketika ia mendengar nama Clara di sebut-sebut oleh
anak di antara gerombolan yang mereka lewati.
“Siapa?” Tanya Clara yang tidak merasa bahwa dirinya sedang di bicarakan oleh orang lain.
“Itu gerombolan anak kelas.” Jawab Mita hanya melirik ke kiri memberi
tanda pada Clara bahwa gerombolan mahasiswa yang sedang membicarakannya
ada di sebelah kiri mereka. Clara menoleh ke arah gerombolan yang di
maksud temannya itu.
* * *
Vincent kini terlihat bersama beberapa temannya di bangku kantin.
Mereka sedang asik membicarakan seseorang yang sebenarnya tidak
istimewa. Terlihat teman-teman Vincent tertawa ketika mereka mengecengi
Vincent. Vincent hanya tersenyum malu mendengar kata-kata dari temannya
itu. Namun perhatiannya tidak lepas dari sosok wanita yang sedang di
bicarakan teman-temannya itu.
Vincent menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang
terlihat memerah karena malu ketika wanita yang ia perhatikan mengarah
ke tempat dimana ia dan teman-temannya duduk. Vincent kembali
memperhatikan wanita itu ketika ia merasa wanita itu sudah tidak
memperhatikan dirinya dan teman-temannya. Vincent tersenyum manis
melihat punggung wanita itu yang pergi menuju tempat ibadah.
**
Hari ini kelas Vincent akan mengadakan persentasi kelompok. Sebelum
dosen yang mengajar berada di kelasnya, Vincent duduk di bangku belakang
tempat wanita yang biasa Vincent perhatikan. Vincent melihat wanita itu
terlihat sangat gelisah. Vincent belum pernah melihat wanita itu
terlihat begitu gelisah. Ada keinginannya untuk bertanya pada wanita itu
‘kenapa gelisah?’, namun seperti biasa. Tak ada keberanian dari dirinya
untuk melakukan itu.
Ketika dosennya masuk kedalam kelas, Vincent melihat wanita itu semakin gelisah.
“Kelompok yang mau persentasi silahkan langsung ke depan kelas.”
Perintah dosennya yang baru saja duduk di kursi kosong barisan depan.
“Maaf ibu, anggota kelompok saya belum pada datang.” Kata wanita yang terihat gelisah sedari tadi di kursinya.
“Coba di sms atau di telpon.” Dosen itu memerintahnya.
“Udah bu, tapi enggak ada balesan.” Wanita itu terlihat semakin
gelisah. Vincent ingin membantu wanita itu sehinggga wanita itu tidak
terlihat gelisah lagi, tapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
“Sini Vinnie bantu.” Salah satu teman kelas Vincent menawarkan diri untuk membantu wanita gelisah itu persentasi.
“Makasih Vin.” Jawab wanita itu, dengan terlihat agak tenang tapi masih sedikit terlihat gelisah.
“Iya sama-sama. Saya yang operator kamu persentasi bisa kan?”
“Iya bisa.” Vinnie dan teman yang di bantunya maju ke depan kelas untuk melakukan persentasi.
Vincent melihat wanita yang berdiri di depan kelas itu tidak bisa
menutupi kegelisahannya. Vincent berdoa untuk wanita itu, agar Tuhan
memberi ketenangan pada diri wanita itu.
* * *
“Ibu maaf saya telat.” Salah seorang mahasiswi memasuki ruangan kelas
dengan terlihat sedang mengatur napasnya. Lalu ia menaruh tasnya di
salah satu bangku kosong dan langsung menuju meja didepan kelas.
“Makasih Vin.” Ucapnya pada wanita yang sudah membantunya, dan menggantikan posisi wanita itu.
“Kenapa telat?” Tanya Clara terlihat begitu kesal.
“Maaf macet, yang lain mana?” Mita minta maaf atas kehadirannya yang telat pada Clara yang terlihat menahan amarahnya.
“Engga kuliah!” Clara menjawab pertanyaan Mita dengan merapatkan
giginya, ia sangat begitu kesal. Sudah lima menit ia berada di depan
kelas mempersentasikan kerja kelompoknya sendiri dan hanya di bantu oleh
anggota kelompok lain. Setelah Clara menjelaskan beberapa slide yang
sudah di tampilkan kini gantian Mita untuk persentasi dan Clara menjadi
operator komputer. Masih terlihat di wajahnya bahwa ia begitu kesal
dengan teman-teman kelompoknya yang tidak hadir untuk persentasi hari
ini.
Clara tidak memperhatikan apa yang sedang Mita jelaskan. Mata Clara
memandang teman-teman kelasnya yang sedang memperhatikan Mita
persentasi. Clara melihat seorang pria mengenakan kaos biru dongker
sedang melihat ke arahnya dengan wajah terlihat sedih dan terlihat
prihatin atas apa yang terjadi padanya hari ini.
* *
Di kelas siang Clara terlihat sedang duduk di pojokan kelas sendiri.
Masih lima menit kelas akan di mulai, ia memperhatikan seisi ruangan
kelas. Hanya terlihat beberapa mahasiswa yang sudah hadir, ketika Clara
melihat ke arah depan, Clara melihat pria yang mengenakan kaos biru
dongker itu duduk di bangku depan dan sedang memperhatikan Clara. Clara
memberikan senyum pada pria itu, namun pria itu hanya memberikan tatapan
aneh padanya tanpa membalas senyumannya. Clara merasa bingung, kenapa dia ngeliatin gw kaya gittu sih? Apa ada yang salah sama gw yah?. Begitu lama Clara memperhatikan pria itu, dan akhirnya Clara mengalihkan pandangannya ke handphone yang ia pegang.
Bukan kali ini saja Clara melihat pria itu sedang memperhatikan
dirinya dengan tatapan aneh seperti itu. Clarapun pernah melihat tatapan
aneh itu ketika Clara dan temannya sedang diskusi kelompok di dalam
kelas. Dan sewaktu pria itu duduk tidak jauh di belakang Clara, ketika
Clara memperhatikan seisi ruangan kelas tidak sengaja melihat pria itu
sedang memperhatikan dirinya dengan tatapan aneh itu. Clara memberikan
senyum padanya tapi ia tetap menatapnya dengan tatapan aneh. Clara
merasa tersinggung dengan tatapan yang di berikan pada pria itu terhadap
dirinya, ada keinginan untuk menegor pria itu, namun Clara takut salah
menilai pria itu.
* * *
Vincent duduk di bangku depan kelas, terlihat ia sedang
mencari sesuatu di dalam tasnya, namun matanya tidak tertuju pada tasnya
tersebut, melainkan pada wanita yang mengenakan kemeja orange yang
sedang duduk sendirian di pojokan kelas. Vincent terlihat sangat serius
memandangi wanita itu, sehingga ia tidak sadar bahwa dirinyapun sedang
di perhatikan oleh wanita tersebut.
Vincent tidak memandangi keelokan wajah wanita itu, tidak
juga melihat benda apa yang duduk di atas bangku wanita itu. Vincent
senang memandang lukisan wanita itu dari indera pendengarannya,
memandang dengan mendengar suara dan tawa wanita itu. Serta memandang
sikap dan sifat wanita itu.
Bahkan karena sudah lama ia mengenal wanita itu, ia dapat
mengenali suara wanita itu dalam kebisingan kelas yang menyatu dengan
seluruh suara di dalamnya. Dan tahu sifat serta sikapnya, sehingga ia
bisa menebak sebelum wanita itu berbuat. Tiga tahun adalahlah waktu yang
cukup untuk mengenal wanita itu.
* *
Keesokan harinya Vincent duduk tepat di sebrang wanita
yang sudah berhasil mengalihkan dunianya itu. Vincent melihat wanita itu
sedang melakukan sesuatu dengan laptopnya, terlihat ekspresi bahagia
dari wajah wanita itu. Vincentpun ikut tersenyum dengan kebahagiaan
wanita itu.
“Ciee… Relationship.” Terdengar suara wanita di belakang
Vincent, Vincent berbalik badan untuk melihat siapa yang berbicara. Ia
melihat wanita yang berbicara itu sedang mengarah pada wanita di sebrang
Vincent, Vincent pun melihat ke arah wanita yang ada di sebrangnya itu.
Wanita itu hanya tersenyum pada temannya yang duduk di belakang
Vincent.
Relationship? Maksudnya apa? Vincent
bertanya-tanya tidak mengerti pada dirinya sendiri. Lalu ia melirik
sedikit pada laptop wanita yang ada di sebrangnya, ia melihat wanita itu
sedang membuka facebook. Kemudian dibukanya facebook Vincent di
handphonenya, di buka profil wanita itu. Dan Vincent melihat status
relationship di profil wanita itu dengan seorang pria yang tidak ia
kenal. Sontak Vincent terkejut dan merasa hatinya teriris, namun ia
tidak memperlihatkan di wajahnya.
* *
Sudah beberapa malam belakangan ini Vincent sering
berlutut di samping tempat tidurnya sebelum terlelap di malam hari,
berdoa memohon pada Tuhannya agar Dia memberi tahu wanita yang ia sukai
dan cintai bahwa dirinya ada di dekat wanita itu. Tapi kemudian ia
berdoa lagi, agar hal itu tak pernah terjadi. Vincent sering terjaga
lebih lama untuk memperhatikan langit malam dari balik kaca jendela
kamar, berharap di suatu detik ada secercah bintang melintas hingga ia
bisa menitipkan ucapan selamat tidur untuk wanita yang ia cintai itu. Pasti
kau sudah terlelap tidur, dan kau tak membutuhkan salam dariku lagi.
Aku selalu berharap untukmu, harapan yang tak pernah membelah bibir,
tapi ku iringi dengan segenap hati. Vincent berkata dengan
memandangi langit dan mengingat kata-kata yang ia baca di profil
facebook wanita itu beberapa hari yang lalu.
* * *
Pagi ini Clara memilih duduk di bangku belakang kelas dengan beberapa
temannya termasuk Mita. Clara memperhatikan orang-orang yang masuk ke
dalam kelasnya. Ia melihat pria yang memakai kaos merah sedang merangkul
wanita teman sekelasnya masuk kedalam kelas. Pria itu lagi-lagi
memberikan tatapan anehnya pada Clara, namun tatapan itu tidak
berlangsung lama.
Mita memperhatikan wajah Clara yang tampak sedih ketika melihat pria
berkaos merah itu masuk ke dalam kelas. “Sabar yah.” Mita mengelus
pungung Clara yang terlihat sedih itu, dan Clara hanya memberikan
senyuman datar padanya.
Bukan kali ini saja Clara melihat pria bertatapan aneh itu bersikap
seperti itu. Belakangan ini ia sering melihat pria itu bersikap romantis
pada wanita-wanita lain di kelasnya maupun di luar kelas. Clara tidak
mengerti kenapa pria itu jadi bersikap aneh.
* *
Kantin siang ini terlihat cukup ramai. Clara dan teman-temannya
mendapatkan tempat duduk di kiri ruangan kantin. Sambil menunggu
pesanannya datang Clara memainkan handphonenya.
“Ra, liat arah jam tiga deh.” Mita memberi tahu Clara apa yang telah
di lihatnya. Clarapun mencari sesuatu yang di maksud Mita dengan arah
jam tiga itu. Clara melihat pria berkaos merah itu sedang makan siang
dengan beberapa mahasiswi yang tidak ia kenal.
“Siapa mereka? Kayanya bukan anak fakultas kita deh.” Tanya Lily yang sedang duduk di hadapan Clara.
“Entah lah. Iya mereka anak fakultas lain.” Jawab Clara terlihat sedih tanpa mengalihkan pandangannya dari meja pria itu.
“Kenal mereka?” Tanya Mita penasaran.
“Engga. Cuma salah satu dari mereka gw pernah liat fotonya di facebook tuh cowok.” Jelas Clara.
“Pacaranya?” Tanya Mita yang semakin penasaran.
“Engga tahu.”
“Hmm… mungkin cuma teman, positive tingking aja yah.” Lily menghibur Clara.
“Hmm…” Jawab Clara dan mengalihkan pandangannya ke handphone yang ia
pegang ketika salah satu wanita yang bersama pria itu melihat kearahnya.
* * *
Vincent terlihat sedang menikmati es cappucinonya di dalam kantin bersama beberapa teman wanitanya.
“Cent, kamu kenal cewek yang pake baju putih yang duduk
di sebalah sana?” Tanya salah satu wanita yang duduk besama Vincent
dengan memalingkan wajahnya ke arah yang di maksud dan Vincent
memperhatikan arah yang di maksud Dara tersebut.
“Itu cewek yang sering aku ceritain ke kamu, kenapa?”
Jelas Vincent setelah melihat wanita yang ia sukai duduk tidak jauh dari
mejanya.
“Ow.., pantes dia dari tadi memperhatiin ke arah sini loh.” Dara melahap nasi di sendok yang ia pegang.
“Masa sih?” Vincent terus memperhatikan wanita yang
berbaju putih itu dengan tatapan anehnya untuk membuktikan kata-kata
Dara sebelumnya. Dan Dara memperhatikan mata Vincent.
“Kamu kayanya bukan hanya suka deh ke cewek itu. Tapi ada
hal lain .” Dara mengidik matanya ke arah lawan bicaranya itu. Namun
Vincent hanya tersenyum datar dan tatapan matanya memberikan jawaban
yang tidak di ragukan lagi oleh Dara.
Vincent langsung mengalihkan pandangannya ketika wanita
yang ia perhatikan melihat kearahnya. Vincent menyedot es cappucino
terakhirnya.
“Cent sepuluh menit lagi kita ada kelas.” Dara bangkit dari kursinya.
“Yaudah. Aku juga mau ke kelas, bentar lagi juga ada
kelas.” Vincent ikut bangkit dari kursinya. Lalu mereka keluar kantin
melinggalkan meja yang mereka tempati tadi.
* *
Jadwal siang ini ialah praktikum, dan tiap orang
mempersentasikan praktikumnya di depan kelas. Setelah beberapa orang
maju ke depan kelas untuk persentasi, kini giliran wanita berbaju putih
itu untuk persentasi. Entah mengapa ketika wanita itu sudah ada di depan
kelas ia tidak dapat mempersentasikan praktikumnya. Wanita itu terlihat
sangat gugup dan gelisah. Vincent bisa melihat wajah wanita itu memucat
ketika wanita itu melihat ke arahnya.
Ya Tuhan, ada apa dengannya? Enggak seperti biasanya.
Vincent khawatir akan sesuatu yang lebih buruk terjadi pada wanita itu.
Namun setelah beberapa menit wanita itu berdiri di depan kelas, wanita
itu akhirnya dapat mempersentasikan paktikumnya, walaupun hasilnya tidak
sebaik yang di harapkan.
* * *
Clara terlihat duduk sendiri di bangku belakang kelas
dengan wajah yang memucat dan mata berkaca-kaca. Ia melihat pria yang
memiliki tatapan aneh sedang persentasi di depan kelas. Sungguh penampilan yang sempurna, selalu saja menampilkan persentasi yang perfect. Kenapa aku sebodoh tadi?. Clara menyalahkan dirinya sendiri dan malu dengan apa yang terjadi sebelumnya.
“Bu, permisi ke kebelakang.” Pinta Clara ke dosen yang
ada di dalam kelasnya. Setelah mendapatkan izin, ia pergi ke toilet
dengan air mata yang turun perlahan membasahi pipinya. Ia masuk ke dalam
toilet untuk mengurung dirinya dan membiarkan air matanya membasahi
wajahnya. Ketika merasa tenang, ia keluar dan mencuci wajahnya di
westafel depan toilet.
“Clara kamu kenapa?” Tanya Lily ketika melihat wajah Clara pucat di depan westafel.
“Enggak kenapa-kenapa kok Ly.” Jawab Clara dengan senyum
yang di paksakan. Lily tahu ada yang tidak baik dengan keadaan temannya
itu. Lily berbicara baik-baik dengan Clara agar ia mau bercerita pada
Lily dengan apa yang terjadi dengannya. Setelah akhirnya Clara mau
bercerita, Lily memberikannya semangat agar Clara tidak sedih lagi.
Setelah beberapa menit mereka berbicara di toilet, mereka kembali
kekelas setelah perasaan Clara lebih baik.
* * *
Pagi ini Vincent duduk di pojokan kelas, ia tiba lebih
awal di kelas sebelum wanita yang ia sukai tiba. Vincent memandangi luar
pintu dan berharap wanita itu tiba sebelum dosennya. Tumben dia belum dateng, apa dia enggak kuliah yah? Tapi dia kan enggak pernah bolos, atau dia sakit?. Vincent menebak-nebak apa yang terjadi dengan wanita itu, dan dia kelihatan khawatir.
Vincent tersenyum ketika melihat orang yang ia tunggu
sedari tadi muncul di balik pintu yang sudah di tutup oleh dosennya
ketika tiba di kelas. Namun senyumnya pudar ketika ia melihat wanita itu
berjalan tergopoh-gopoh dan wajahnya sedih serta pucat. Kenapa dia?. Vincent penasaran dengan apa yang telah terjadi dengan wanita itu.
* *
Setelah jam pertama selesai Vincent duduk di tangga depan
gedung fakultasnya. Ia melihat wanita yang ia sukai itu dari kejauhan,
masih terlihat wajah sedih dari wanita itu. Ia memandangi wanita yang
sedang berjalan bersama teman-temannya itu menuju keluar gedung
fakultas. Vincent mengalihkan pandangannya ke handphone yang ia pegang,
namun pendengarannya tetap tertuju pada apa yang wanita itu bicarakan
dengan temannya.
“Sabar yah, mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu,
lagian masih banyak kok cowok-cowok di luar sini.” Vincent mendengar
salah satu teman yang berjalan bersama wanita itu berbicara pada wanita
itu. Namun wanita itu tidak menjawab dan Vincent melihat air yang keluar
dari mata wanita itu. Kenapa dia? Apa dia putus sama cowoknya? Kok sampe nangis?. Vincent tersenyum ketika apa yang ia pikirkan itu benar terjadi.
Jam mata kuliah siang Vincent tidak hadir di kelas. Dia
izin untuk cek up ke rumah sakit. Vincent belakang ini terlihat sering
ke rumah sakit untuk cek up.
* * *
Hari ini Clara sedang menikmati hari yang cerah di bawah
pohon yang teduh. Ia duduk di kursi panjang yang telah tersedia di bawah
pohon itu. Tidak jarang Clara datang ke tempat ini ketika suasana
hatinya sedang tidak baik.
Clara melihat gumpalan-gumpalan awan menutupi matahari
dengan perlahan. Angin mengantarkan rasa hangat yang menyentuh kulitnya
dengan lembut. Ia berharap angin yang hangat itu bertiup juga ke tempat
pria bertatapan aneh di kelasnya itu. Namun itu tidak mungkin terjadi,
karena kini terlalu jauh jarak antara mereka.
Sudah bebepara bulan ini Clara tidak berjumpa dengan pria
itu. Mereka kini sedang sibuk dengan skipsi masing-masing di tempat
yang terpisah, namun Clara tidak pernah melihat pria itu setiap dirinya
datang ke kampus. Ia selalu berharap bisa melihat pria itu ketika
dirinya berada di kampus, namun hasilnya tetap sama. Dia tidak sekalipun
bertemu dengan pria itu ketika dirinya datang ke kampus.
* * *
Vincent terlihat sedang duduk di atas tempat tidur
berseprai putih polos sibuk dengan foto-foto yang pernah ia ambil di
waktu senggangnya di kampus selama beberapa tahun ini. Tidak jarang dia
tersenyum kecil ketika melihat foto-foto yang ia pegang itu. Kau ini kalau di perhatiin lucu yah, manis kalau sedang tersenyum dan tertawa. Sering-seringlah kau tersenyum seperti ini. Vencent membalikkan foto yang ia pegang lalu menuliskan sesuatu di balik gambar foto itu.
Setelah menuliskan di beberapa foto yang ia pegang. Dia
mengambil beberapa lembar kertas kosong yang terletak di atas meja dekat
tempat tidurnya. Dan ia mengisi lembaran kosong itu dengan huruf-huruf
yang sebenarnya sulit ia rangkai menjadi suatu kalimat dengan baik.
Vincent memejamkan matanya dan berpikir dengan baik untuk menyusun
kata-kata dengan benar.
* * *
Hari yang di tunggu-tunggu oleh semua mahasiswa angkatan
akhirpun tiba. Hari wisuda yang di tunggu oleh Clara dan teman-teman
se-fakultasnya. Di ruangan aula besar mahasiswa angkatan akhir dan
paraorang tua mereka berkumpul dengan sabar menanti acara pemberian
tanda kelulusan mereka.
Clara melihat Dekan dari fakultasnya berdiri di atas
panggung dengan wajah sedih. Para mahasiswa terdiam ketika melihat Dekan
mereka berdiri di atas panggung dengan ekspresi wajah yang seharusnya
tidak mereka lihat di hari bahagia mereka.
“Saya mohon perhatiannya sebentar.” Dekan itu mulai
berbicara dengan nada suara yang parau, “Saya akan menyampaikan berita
tidak menyenangkan, seharusnya saya tidak menyampaikan berita ini di
awal acara kita. Namun sayapun akan merasa tidak tenang jika tidak di
sampaikan sekarang.”
* *
Clara melihat beberapa orang yang di kenalnya sedang
bersedih dan beberapa di antara mereka menangis. Clarapun menangis dari
awal pemberitahuan berita duka yang ia dengar tadi pagi di aula
kampusnya. Setelah acara wisuda berakhir Clara dan teman-teman
sekelasnya pergi kepemakaman tempat salah temannya di semayamkan hari
itu.
“Maaf, apa benar kamu yang bernama Clara?” Tanya seorang
wanita separuh baya yang menghampirinya ketika pemakaman terlihat sepi.
Clara memperhatikan wajah wanita itu, ia tidak pernah bertemu dengan
wanita itu. Tapi di lihat dari wajahnya yang pucat dan matanya yang
sembab, Clara menyakini bahwa wanita itu adalah ibu dari temannya yang
meninggal.
“Iya tante saya Clara. Ada yang bisa saya bantu tante?” Jawab Clara, dan menghapus air mata di pipinya.
“Saya ibunya Vincent. Vincent menitipkan ini pada tante
untuk di berikan ke kamu sebelum dia pergi.” Ibu itu memberikan box
berbentuk love berukuran sedang kepada Clara, dan ia kembali menangis
setelah Clara menerima box itu.
“Terima kasih tante.”
“Tante duluan.” Lalu ibu itu meninggalkan Clara dan beberapa temannya di pemakaman.
Hari mulai terlihat gelap. Hanya Clara dan beberapa
temannya yang masih di pemakaman itu, Clara berlutut di samping tanah
yang masih basah. Salah satu temannya mendekati dirinya.
“Ra, apa kamu butuh waktu sendiri di sini?” Tanya Lily
yang mengelus pundak Clara, menenangkan temannya itu. Dan Clara
menganggukan kepalanya.
“Yaudah, kita tunggu di mobil yah.” Lily dan teman Clara yang lainnya pun meninggalkannya.
“Cent, apa kamu titipin ke ke ibumu untukku?” Tanya Clara
pada nisan di hadapannya. Clara mengelus-ngelus tutup box yang di
pegangnya. “Bolehkan aku membukanya disini?”
* * *
Bukalah Ra, aku ingin tahu jawabanmu sebelum aku pergi jauh kesurga.
Bayang-bayang Vincent yang tidak terlihat berdiri di dekat Clara
menunggu wanita itu dengan tidak sabar untuk membuka box yang di pegang
wanita itu.
* * *
Clara merasakan hembusan angin dingin di kulitnya, dan
merasakan Vincent di dekatnya. Angin itu hampir saja menerbangkan tutup
box yang ia pegang. Setelah ia merasa anginnya sudah berhenti bertiup,
Clara membuka box yang ia pegang dari tadi. Clara melihat beberapa
lembar kertas di dalam box itu yang menutupi album foto kecil. Di
bukanya perlahan lipatan lembaran kertas itu dan membaca tulisan yang di
dalamnya.
Untukmu
Yang pernah kucintai
Ingin sekali aku memberanikan diri untuk menanyakan kabarmu? Tapi
maafkan manusia pengecut ini. Apabila aku berhati besar, mungkin aku
takkan memendam perasaanku padamu selama hampir empat tahun ini tanpa
satu katapun yang bisa ku ucapkan.
Tak terhitung banyaknya kesempatan saat aku memberi tahu diriku
sendiri, kau bodoh untuk mempercayai cinta. Namun ucapan itu akan sirna
saat aku menatap matamu dalam pikiranku. Matamu sepasang mata yang
memberiku ispirasi dalam banyak waktuku.
Kini aku masih menertawakan diriku sendiri karena mencoba
mengutarakan isi hatiku selama hampir empat tahun padamu, dalam beberapa
lembar kertas. Mungkin, kau ingin bertanya, apa yang membuatku berani
menulis seluruh kalimat ini? Jangan tanyakan padaku, karena aku
sendiripun tak mengetahui jawabannya, yang kau tahu adalah, ketika aku
mendengar kabar seorang dokter mengenai akhir hidupku, yang pertama
teringat dalam pikiranku adalah kamu. Kamu orang yang selama hidupku
belakangan ini telah mengalihkan duniaku.
Air mata Clara perlahan membasahi pipinya dan menetes
pada lembaran kertas yang ia baca. Clara menghapus air mata di pipinya,
tak menginginkan terus-terusan membasahi kertas yang di tangannya itu.
Dan menaruh kertas yang sudah selesai ia baca di dalam box, lalu
melanjutkan pada kertas berikutnya.
Mungkin kau sadar selama di kampus aku sering sekali memerhatikanmu.
Dan bahkan memberikanmu tatapan yang tak kau mengerti, entah mengapa
setiap kali kamu menatapku dan tersenyum pada ku, aku hanya ingin
melihat sesuatu di balik matamu. Apakah kau memiliki rasa apa yang ku
rasa selama ini? Dan aku menemukan apa yang ku cari di matamu, tapi aku
tak yakin.
Aku mencintaimu Clara. Namun aku merasa pedih mengetahui kita tak
akan bertemu lagi. Tapi, ingatlah bahwa aku akan selalu berdoa dan
berharap bagimu, bahkan setelah aku tak lagi berpijak di muka bumi ini.
Ketika kau membaca suratku. Ingatlah Clara, bahwa kau pernah di
cintai. Dan aku akan memohon pada Tuhan agar kau juga akan mencintai.
Inilah ucap selamat tinggal terakhirku untukmu.
Dari seseorang yang mencintaimu
Vincent.
“Kau bodoh Cent. Kau sudah menemukan apa yang kau cari
dari mataku, namun kau tak berani bertanya kebenarannya padaku?” Clara
tersenyum dan air matanyapun kembali membanjiri lembaran kertas yang di
pegangnya. Ia menangis melihat nama orang yang di cintainya terukur di
batu nisan di hadapannya. Namun ia senang mengetahui pria yang ia cintai
mempunyai rasa yang sama seperti dirinya.
Lalu Clara mengambil album foto di dalam box, dan membuka
perlahan album itu. Ia melihat foto yang di dalamnya terdapat dirinya.
Pada foto pertama Clara melihat dirinya yang sedang makan bersama
teman-temannya di kantin, di bawahnya Clara melihat dirinya sedang
tertawa bersama teman-temannya, dan foto ke tiga Clara melihat dirinya
sedang duduk di dalam kelas. Foto itu di ambil dari samping, lalu Clara
membalikan halaman album itu. Clara melihat tulisan di balik foto-foto
yang dia lihat tadi.
Aku bahagia ketika melihat dirimu tertawa seperti ini. Teruslah
seperti ini walau aku tahu kau akan sedih mengetahui diriku sudah tidak
ada di bumi ini. Tapi aku kan selalu memperhatikanmu di surga sana,
melihat senyumanmu dan tawa bahagiamu.
Kau terlihat serius memperhatikan dosen. Apa kau mengerti apa yang
dosen jelaskan? Hahaha.. aku bercanda. Aku ingin melihatmu menjadi orang
yang kau inginkan dari surga. Tetaplah jadi dirimu sendiri.
Clara bener-benar tidak mengerti dengan apa yang dia lihat, kapan dan bagaimana dia bisa mengambil gambarku tanpaku ketahui?
“Makasih buat semuanya Cent. Aku mencintaimu, akan ku jaga baik-baik
semua yang sudah kau berikan padaku hari ini. Maaf aku juga manusia
pengecut yang tak berani mengungkapkan perasaanku, karena aku wanita dan
aku malu. Semoga kau mendapatkan tempat yang indah di surga sana.”
* * *
Aku juga mencintaimu Ra, terima kasih karena kini kau memberi tahu isi hatimu padaku. Aku akan terus menjagamu dari surga. Bayangan Vincent perlahan memudar bersamaan dengan perginya angin.
Clara berdiri seolah merasakan kepergian Vincent di
dekatnya, dan tersenyum ketika ia rasa melihat bayangan Vincent memudar
dengan senyuman.
** TAMAT **