CINTA YANG BERBEDA
Sepulang
dari Italia aku dan Bella tidak langsung pulang ke rumah kami masing-masing,
tapi kami pergi ke Bali untuk berlibur. Selama satu tahun aku menjalani ko’ass di Jakarta kami belum sempat berlibur
bersama. Rencananya aku dan dia akan berlibur di Italia dengan mengikuti TOUR
INTERNAZIONAL DI ROMA yang sebelumnya akan di adakan pada bulan pertengahan
Februari setelah aku selesai ko’ass.
Tapi entah kenapa acara itu malah di percepat pada bulan Desember, jadi aku
tidak bisa ikut karena masih menjalanin ko’ass di Jakarta. Dan berhubung adiknya libur
menjelang tahun baru, jadi aku memberikan tiket tournya kepada adik Bella, dari
pada tiketnya mubazir.
Aku
ada kepikiran untuk melanjutkan liburan di Venezia kota teromantis di Italia,
tapi karena Stefano teman Bella itu sudah membuat masalah dengan hubungan aku
dan Bella sehingga hampir hancur, jadi aku membatalkan rencana itu. Aku takut
hal yang lebih buruk terjadi pada hubungan kami jika kami berlama-lama di rumah
Stefano. Jadi aku dan Bella melanjutkan liburan di Bali.
Kami
tiba di Bandara Internasional Ngurah
Rai pada pukul 14.15 WIT. Kami menunggu supir yang di kirimkan oleh tanteku
untuk menjemput kami di depan pintu keluar bandara. Selama lima menit kami
menunggu. Akhirnya mobil BMW silver dengan nomor polisi yang aku kenal berhenti
di depan kami.
“Maaf mas telat, tadi Nyonya ada urusan mendadak
jadi saya mengantar Nyonya dulu.” Kata supir yang menjemput kami meminta
maaf dan memasukkan koper-koper kami ke dalam bagasi.
“Iya,
enggak apa-apa pak. Jadi tante Tiara enggak ada di rumah?” Tanyaku dan
membukakan pintu mobil untuk Bella.
“Enggak mas. Nyonya bilang akan
pulang sore, kalau mas sama embaknya mau istirahat, kamar sudah di siapkan.”
“Iya
makasih Pak. Oiya katanya Hanna punya restoran pak di sini?”
“Iya
mas. Nona Hanna buka restoran sebelum Nyonya sama Tuan pindah dari Surabaya.”
“Ya
sudah pak kita mampir ke restorannya Hanna dulu, kami juga belum makan siang.” Pintaku setelah pak Doddi masuk kedalam mobil.
Hanna adalah anak pertama tante Tiara, menurutku masakannya memang lezat. Saat
dia main ke rumahku dia sering memasak untukku, jelas tante Tiara sangat
mendukung waktu Hanna minta kuliah jurusan memasak di luar negeri.
Saat
kami tiba di restoran Hanna, Hanna menyambut kedatangan kami dengan hangat. Aku dan Hanna sudah lama tidak
bertemu, dan sekarang sepupuhku ini menjadi gemuk dan tambah cantik. Aku dan
Bella di suguhi masakan khusus darinya. Di restoran ini Hanna menyediakan
masakan Sea food, Italian Food, Balinese Food, dan lainnya. Aku menyukai
masakan ayam gorengnya, asli ayam kampung dan bumbunya meresap sampai kedalam.
Di sini juga ada life musiknya terasa romantis, tidak kalah dengan Venezia.
Setelah
selesai makan, aku dan Bella pamit ke Hanna untuk pulang ke rumah tante Tiara.
Kami sangat lelah sepanjang jalanan belum sempat istirahat, dan Hanna masih
sibuk dengan para tamunya sehingga tidak bisa pulang bersama kami.
*-*
Pagi harinya aku mengajak Bella
jogging di Pantai Sanur, pantai ini terletak di sebelah timur kota Denpasar, tidak jauh
dari rumah tante Tiara. Di sini tersedia jalan setapak sepanjang kurang lebih 6
km di sepanjang pantai Mertasari sampai Padanggalak untuk jogging. Aku
melihat daya tarik Pantai ini disebelah utara yang melingkar seperti setengah
lingkaran dan bagian selatannya berbelok dari timur ke barat, serta ombaknya yang
tidak begitu besar. Di sini banyak terdapat kios barang kesenian dan art shop. Selesai
jogging aku mengajak Bella sarapan pagi di rumah makan dipinggir pantai, di
sini banyak terdapat rumah makan dan restorant yang menyediakan berbagai
hidangan baik khas daerah maupun international. Sehingga tidak sulit untuk
mencari rumah makan untuk kami sarapan.
Setelah
selesai sarapan kami mencoba rekreasi air yang menjadi fasilitas di pantai ini.
Parasailing yang pertama kami coba, awalnya Bella takut untuk mencoba
parasailing, tapi aku memaksa dan membujuknya untuk mencoba permainan ini.
Untuk permainan awal aku menemaninya naik bersama memakai satu parasut untuk
berdua, ketika parasut ditarik oleh speedboat
Bella terlihat sangat takut sekali, tapi setelah parasut naik tinggi ke udara
dia terlihat sangat senang. Dan kini dia malah ketagihan untuk mencoba
permainan yang lainnya seperti diving,
snorkling, canoeing, surfing, dan jet
ski.
Selesai
bermain air di pantai kami kembali pulang kerumah tante Tiara, dan ternyata
sepupuhku yang baik itu sudah menyediakan makan siang untuk kami. Setelah
selesai makan siang dan mandi, kami siap kembali untuk berkeliling Denpasar.
Aku meminjam mobil Hanna untuk jalan-jalan melihat indahnya kota Denpasar ini.
“Kita
mau kemana dulu?” Tanyaku pada Bella saat di perjalanan.
“Ke
tempat seni.” Jawab Bella
dengan semangat.
“Baik
lah, kita pergi ke Bali Art Centre.” Kataku menancap gas dengan kecepatan
tinggi.
“Dimana itu?” Tanya Bella.
“Bali Art Centre (Taman Werdhi Budaya) terletak di Jalan Nusa Indah
Denpasar yang itu salah satu
tempat terluas dan paling komplek untuk pergelaran budaya di Bali.”
“Apa yang kamu tahu tentang tempat itu?”
“Pesta Kesenian Bali dilaksanakan di tempat
itu tiap tahunnya. Tempat itu dirancang oleh arsitektur termuka di
Bali berdasarkan arsitektur pura dan arsitektur Istana Kerajaan di Bali. Kawasan
Taman Budaya yang dibelah sebuah sungai dari timur ke barat ini dibagi dalam
empat komplek. Yaitu komplek Suci yang meliputi Pura Taman Beji, Bale Selonding,
Bale Pepaosan, dan lainnya. Komplek tenang yang meliputi Perpustakaan Widya
Kusuma. Komplek ramai yang meliputi Panggung Terbuka Ardha Candra dan Panggung
tertutup Ksirarnawa.” Jelasku pada Bella.
“Wow, sudah berapa lama kamu tinggal di Bali?
Sepertinya banyak tahu tentang Bali?” goda Bella.
“Dulu aku sering ketempat wisata di Bali bareng
teman.” Jawabku bohong, aku dulu sering ke Bali karena kakak mantan pacarku
tinggal di Bali, dan kami sering berlibur ke Bali. Jika aku jujur pada Bella
aku takut dia akan marah.
Kami hanya pergi
ke komplek setengah ramai, tempat itu meliputi Gedung Pameran Mahudara, Gedung Kriya, Wisma Seni, Wantilan
dan Studio Patung. Berjam-jam
kami berada di dalam studio. Bella
terlihat begitu mengagumi karya-karya patung yang ada di Studio Patung ini,
banyak karya-karya dari pemahat patung terkenal di sini. Setelah Bella puas berada di komplek setengah ramai
kami melanjutkan perjalanan.
“Kemana
lagi kita?” Tanyaku sebelum menancap gas.
“Ke
tempat yang mempunyai nilai sejarah di Denpasar.” Jawabnya dengan semangat yang lebih dari
perjalanan pertama kami.
“Hei
sejak kapan kamu menyukai seni dan sejarah?” Tanyaku penasaran dan mulai mencapkan
gas. Namun dia hanya tertawa.
“Sejak
aku berlibur di Italia. Kamu tahu di sana banyak sekali seniman-seniman ternama
di dunia, dan sejarah-sejarah yang mengagumkan. Wooww... Dan kini aku ingin
mengetahui banyak tentang seniman dan sejarah di Indonesia dengan berwisata.
Itu cara untuk mempelajari sejarah yang tidak membosankan.” Jawabnya dengan antusias.
“Baiklah
jika itu maumu.”
Lalu
aku membawanya ke Lapangan Puputan Badung.
“Ini namanya Lapangan Puputan Badung yang
merupakan pusat keramaian di Denpasar. Puputan yang artinya ‘habis-habisan’
dimana pada tahun 1906 ketika Belanda menyerbu Denpasar, rakyat Bali yang
dipimpin oleh Raja Denpasar memilih untuk bertempur habis-habisan dari pada
menyerah terhadap Belanda. Kurang lebih 4.000 rakyat Bali termasuk Keluarga
Raja Denpasar tewas dan sejak itu Belanda menguasai Bali. Untuk memperingati
perang Puputan Badung maka didirikanlah Monumen Puputan Badung yang terletak di
sebelah Utara lapangan. Monumen tersebut terdiri dari Raja, Ratu dan dua orang
putra raja. Lapangan ini tempat untuk rekreasi bagi masyarakat kota Denpasar.” Jelasku ketika kami tiba di Lapangan Puputan Badung.
“Ternyata kamu
tahu banyak tentang sejarah di Bali, kamu ini seorang dokter atau sejarahwan
sih?” Bella menggodaku lagi, dan aku hanya tersenyum dan mengacak rambut Bella
dengan lembut.
“Kamu pasti
tahu monumen Bajra Sandhi, iya kan?” Tanyanya.
“Tahu, itu merupakan
Monumen Perjuangan Rakyat Bali untuk memberi hormat pada para pahlawan serta
merupakan lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari
generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman yang dapat memberi inovasi dan
inspirasi dalam mengisi dan menjaga keajegan negara Kesatuan RI. Lokasi monumen
itu terletak di depan Kantor Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali yang juga di
depan Gedung DPRD Propinsi Bali Niti Mandala Renon persisnya di Lapangan
Puputan Renon. Kamu mau kesana?” Tanyaku
“Tuhkan, benar dugaanku, kamu pasti tahu tempat itu. Iya aku mau kesana
katanya tempatnya bagus?”
“Iya tempatnya bagus, keseluruhan data daerah monumen berbentuk segi empat
bujur sangkar dengan penerapan konsepsi Tri Mandala, yaitu Utama Mandala, Madya
Mandala, dan Nista Mandala. Nistaning Utama Mandala berada di lantai dasar
Gedung Monumen, yang terdapat ruang informasi, ruang keperpustakaan, ruang
pameran, ruang pertemuan, ruang administrasi, gedung dan toilet.
Ditengah-tengah ruangan terdapat telaga yang diberi nama sebagai Puser Tasik,
delapan tiang agung dan juga tangga naik berbentuk tapak dara. Lalu Madyaning
Utama Mandala berada di lantai dua yang berfungsi sebagai tempat diaroma yang
berjumlah 33 unit. Dilantai itu terdapat pajangan
miniatur perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa.” Jelasku di sepanjang jalan menuju Bajra Sandhi.
“Yaaaangg… kamu itu di kampus belajar anatomi atau sejarah Bali sih?” Bella
terlihat bingung dengan semua penjelasanku yang kalau di pikir memang tidak ada
kaitannya dengan jurusan kedokteran. Dan aku hanya tertawa dan merasa bersalah.
Dengan menjelaskan sejarah Bali kepada Bella secara tidak langsung aku teringat
dengan mantanku yang sudah lama tidak ada kabar dari awal kami kuliah hingga
sekarang. Dan kenangan kami dulu kembali terukir di pikiranku. Maafkan aku Bel, ini bukan ke inginanku.
Selagi Bella melihat-lihat monument Bajra Sandhi, aku pergi ke Utamaning Utama Mandala yang berada di lantai tiga yang berposisi paling atas yang
berfungsi sebagai ruang ketenangan. Aku bersantai di tempat ini menikmati
suasana kejauhan disekeliling monumen.
Tak lama kemudian aku melihat Bella menghampiriku. “Tempatnya mengagumkan Chris, aku baru
sadar ternyata di Indonesia ini memiliki tempat-tempat bersejarah yang engga
kalah menabjubkan dengan Roma.” Ucapnya setelah duduk di sebelah kananku.
“Kenapa kamu
milih jurusan Psikologi? Kenapa engga ngambil jurusan Sejarah, biar kamu tahu
semua sejarah di Indonesia ini?” Aku merapihkan ramputnya yang terlihat sedikit
berantakan.
“Itu akan
membosankan untukku Chris belajar sejarah di tempat duduk berjam-jam
membayangkan pertempuran-pertempuran yang terjadi di tahunnya.” Bella
menggelengkan kepalanya.
“Baiklah lain
kali aku akan mengajakmu ke tempat yang di penuhi dengan sejarah di Jakarta
atau di Bandung, untuk memperluas pengetahuanmu tentang sejarah Indonesia.
Bagaimana?” Ia membalasnya dengan anggukan dan senyuman yang begitu manis.
“Aku ingin
menjelajahi perpustakaan di bawah lebih lama lagi. Kamu mau ikut?”
“Kamu saja
duluan, nanti aku menyusul. Aku ingin menikmati suasana yang menenangkan ini
lebih lama.”
“Baiklah. Aku
akan menunggumu di bawah.” Bella-pun pergi meninggalkanku. Aku tersenyum
memandangi punggunggnya hingga ia-pun tak terlihat olehku.
Aku
mengenalinya sejak tujuh tahun yang lalu, ketika aku duduk di bangku kelas dua
SMA sedangkan dia duduk di bangku kelas satu SMA. Awal aku berjumpa dengannya
tidak ada sedikitpun rasa tertarik padanya, tapi setelah dia menjadi kekasihku selama
dua tahun ini sungguh aku kini mencintainya.
*_*
Aku mencari
sosok Bella di dalam perpustakaan, berjalan di tengah rak-rak buku bertumpukkan
berharap dapat melihat Bella, yang sedang mencari-cari buku yang di perlukannya.
‘Bruk’
Aku menabrak
seseorang dan menjatuhkan buku yang dibawanya. “Maaf.” Kataku setelah wanita
yang ku tabrak itu mengambil buku yang terjatuh dan berdiri di hadapanku.
“Chris?”
“Agnes?” Kami bersamaan memanggil nama lawan bicara kami. Lalu dia memeluk
tubuhku dengan erat, “Aku kangen sama kamu beb.” Agnes memelukku semakin erat.
Aku berusaha
melepaskan pelukan dari tangannya dan melihat kesekelilingku. “Lepas Nes ini
tempat umum.” Kataku memberontak tubuh Agnes yang semakin erat
memelukku.
“Maaf, aku
terlalu bahagia bisa bertemu sama kamu di sini.” Dia melepaskan pelukan
tangannya dari tubuhku. “Bagaimana kabar kamu beb?”
“Chris?” Sebelum
aku sempat menjawab pertanyaan Agnes aku mendengar suara dari arah belakangku,
lalu aku membalikkan badan. Agnes menarik tangan kananku dan merangkul tangan
kananku.
“Siapa dia
Chris?” Tanya Bella tersenyum dan sudah berada di hadapanku. Aku berusaha
melepaskan rangkulan tangan Agnes yang semakin erat.
“Gw Agnes,
pacarnya Chris dari Jepang.” Agnes memindahkan
buku dari tangan kanannya ke tangan kirinya dan mengulurkan tangan kanannya
berharap mendapatkan jabatan tangan dari Bella, dan aku tetap berusaha
melepaskan rangkulan tangannya. Bella melotot marah ke arahku dan mengabaikan
tangan Agnes.
“Lepas Nes!”
Aku membentak dan Agnes melepaskan rangkulannya. “Kamu bukan pacarku lagi,
Nes.” Aku berdiri ke samping Bella dan
merangkul tubuhnya mendekatkan ke tubuhku. “Dia kekasihku sekarang.” Agnes
hanya terkekeh menyindir.
“Dasar wanita
murahan, mau saja menjadi wanita simpanan.” Belum sempat dia menutup mulutnya
aku menampar pipi kirinya, dan jarinya menyentuh cetakan merah yang ku buat
disana.
“Maaf. Bli di sini perpustakaan tolong jangan buat keributan di sini.” Kata seorang pria staf perpustakaan ini dengan logat balinya yang kental.
“Maaf, Bli.” Sahut Bella melepaskan rangkulan tanganku dan pergi keluar perpustakaan,
aku mengejarnya. Bella berhenti di samping mobil Hanna yang aku parkirkan di
parkiran monumen Bajra Sandhi.
“Benar dia
pacarmu dari Jepang?” Tanya Bella dengan
ekspresi marah yang terlihat di wajahnya.
“Dia mantanku
lima tahun yang lalu Bel.” Jawabku tenang.
“Mantan?”
Agnes tiba-tiba muncul dari belakangku, dan aku membalikkan tubuhku. “Kapan aku
memutuskan hubungan kita Chris?”
“Aku yang
memutuskanmu Nes!” Aku menegaskan.
“Kamu enggak
bisa gittu dong Chris, seenaknya memutuskan hubungan sebelah pihak!” Bentak
Agnes.
“Kamu sendiri
yang meninggalkanku kan Nes!”
“Aku kan
bilang, hubungan kita break dulu selama aku di Jepang, dan aku akan kembali
...” Sebelum Agnes menyelesaikan bicaranya aku memotong perkataannya , “Kamu bilang akan kembali setelah 2 tahun kamu di Jepang, tapi aku
menunggumu kembali selama dua tahun setengah tanpa ada kabar darimu. Dan bahkan
kini kamu baru kembali setelah lima tahun kamu di Jepang. Aku rasa hubungan
kita sudah sepantasnya berakhir Nes.” Aku membukakan pintu mobil dan
mempersilahkan Bella masuk ke dalam mobil. Saat aku membuka pintu supir Agnes
mencengkram tangan kiriku.
“Baiklah
kalau itu maumu Chris. Tapi aku beri tahu, aku sungguh mencintaimu Chris.”
Agnes melepaskan cengkraman tangannya dan menangkup wajahku lalu mencium
bibirku dengan tekanan yang sangat kencang. Aku mendorongnya menjauh dariku lalu
ia melihat ke arah dalam mobil tempat Bella duduk.
“Terserah kamu
saja Nes!” Aku masuk ke dalam mobil. Kami meninggalkan Agnes sendiri di
parkiran itu.
Dalam
perjalanan Bella memalingkan wajahnya ke arah luar jendela. “Aku minta maaf yah
atas semua kejadian ini dan kata-kata Agnes tadi.” Kataku meminta maaf dan ia
hanya menganggukan kepalanya tanpa melihat kearahku.
“Kamu enggak
kenapa-kenapakan sayang?” Aku mengelus kepalanya dengan lembut menyakinkan dia
baik-baik saja.
“Bagaimana
rasanya ciuman dari sang mantan?” Suaranya terdengar parau, dia bertanya tanpa
memalingkan wajahnya kearahku.
“Kamu
menangis? Sungguh aku minta maaf, aku tidak menyangka Agnes begitu nekat
seperti itu.” Aku meminggirkan mobilku. Aku mengelus paha kanannya dengan lembut berusaha agar ia memalingkan wajahnya kearahku. Benar dugaanku, ketika ia
memalingkan wajahnya kearahku, aku melihat pipinya di basahi air mata. Aku
memeluk tubuhnya dan mengelus pundaknya, berusaha menenangkannya. “Aku tidak
akan menyuruhmu berhenti menangis. Karena aku tahu bagaimana perasaanmu ketika
melihat Agnes menciumku, itupun yang aku rasakan ketika kamu mencium Stefano
waktu itu.”
“Aku minta
maaf atas kejadian di Venezia.” Akhirnya dia membuka mulut tanpa melepaskan
pelukkanku.
“Aku sudah
memaafkanmu cici. Apa cici juga mau maafin koko atas kejadian tadi?” Bella tidak
menjawab, tapi aku merasakan anggukannya di pundakku.
*_*
Sesampainya dirumah tante Tiara, Bella langsung masuk kekamar Hanna, tempat
istirahat sementara Bella selama di Bali. Ketika aku ingin menyusulnya, tante
Tiara memanggilku dari arah meja makan, dan aku menghampirinya.
“Bella kenapa Chris? Sepertinya dia menangis.” Tanya
tante Tiara ketika aku duduk di hadapannya. Lalu aku menceritakan semuanya tentang
apa yang terjadi di Bajra Sandhi tadi.
“Agnes? Pacarmu yang dulu tinggal di Kuta bukan?” Tanya
tante Tiara tidak percaya.
“Iya tante, dia mantan aku yang ninggalin aku dengan
status hubungan yang tidak jelas. Bukan salahkukan kalau aku memutuskan
hubungan kita tanpa persetujuan dia dan mencitai Bella saat ini, toh dia juga
yang melantarkan cintaku di Bali.”
“Hmmm… iya, bukan salah kamu kok Chris. Tapi kok dia
senekat itu di depan Bella? Sepertinya Agnes orang baik dan terlihat sopan,
masa dia sepeti itu di tempat umum?”
“Aku juga ngga tahu tante, setahu aku Agnes bukan tipe cewek yang asal
ngomong seperti itu, tapi yah entah setelah dia kuliah di Jepang. Selama di
Jepang dia ngga pernah sekalipun menghubungiku.”
“Yampun tante ngga nyangka Agnes seperti itu. Ngomong-ngomong kamu dan
Bella sudah makan belum?”
“Belum tante, tadi rencana pulang dari Bajra Sandhi mau ke restoran Hanna, eh malah gini jadinya.”
“Yasudah kamu antarkan makan gih kekamarnya Bella, jangan di biarin anak orang ngga di kasih
makan yah”
“hahaha iya tante.” Aku menyiapkan makan untuk Bella setelah tante Tiara
pergi kekamarnya.
Aku masih ngga habis pikir dengan apa yang dilakukan Agnes terhadap Bella,
dan kenapa juga harus ketemu Agnes di tempat itu? Aku tahu itu tempat yang
biasa Agnes kunjungi, tapi aku ngga tahu kalau dia sudah kembali dari Jepang,
kalau tahu ngga akan aku bawa Bella ke tempat itu.
Dan kenapa kebetulan juga ketemu Agnes ketika aku kembali mengenang semua
tentang kita dari menceritakan kembali sejarah Bali ke Bella yang pernah di
ceritakan Agnes dulu? Aku benar-benar tidak mengerti dengan semua kebetulan
itu. Hatiku kini kembali terluka ketika melihatnya kembali ke Bali.
Bertahun-tahun di tinggal Kuliah di Jepang tanpa kabar, sekalinya bertemu dia
bersikap diluar akalku. Aku benar-benar kesal dengan sikap Agnes tadi.
Tok tok tok..
“Yang, aku bawa makanan untukmu? Aku boleh masuk?” Tanyaku di depan pintu
luar kamar Hanna. Tanpa menungu lama Bella membukakan pintu untukku. Wajahnya
terlihat bahwa dia habis menangis, matanya merah dan pipinya agak basah.
Tanpa bertanya aku masuk kekamar dengan membawa senampan makanan untuknya,
dan menyuruhnya duduk di kasur. Aku menarik kursi dari meja rias Hanna dan
menghampiri Bella. Aku duduk di hadapannya sekarang. Aku memandangi wajahnya
yang cantik dan matanya yang merah karena habis menangis, kami saling memandang
tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku melihat kepedihan dari matanya, aku
tahu apa yang di rasakan Bella saat ini. Aku juga merasakan kepedihan yang sama
dengan Bella. Melihat mantan kekasihku yang sudah meninggalkanku keluar negeri selama
lima tahun dan tanpa kabar, setelah bertemu ia malah memaki wanita yang kini ku
cinta yang sedang duduk di hadapanku sekarang.
“Koko suapin yah?” Tanyaku memecahkan keheningan kamar Hanna. Dia hanya
mengangguk pelan tanpa menjawab, jika
aku tidak memperhatikan wajahnya mungkin anggukan itu tidak akan terlihat dengan
jelas.
Hingga suapan akhir Bella masih terdiam memandangiku dengan tatapan kekecewaannya
padaku. “Awaaaas ada pesawat mau lewat, buka terowongannyaa aaaaaa…” Kataku
sambil memainkan sendok yang berisi nasi terakhirnya untuk memasukkan kedalam
mulut Bella, Bella tertawa kecil dan membuka mulutnya dengan lebar. “Nah gittu
dong, kan manis kalau cicinya koko yang satu ini ketawa.” Godaku dan mencubit
pipi kiri Bella dengan tangan kananku. Dia hanya tersenyum, akupun tersenyum,
senang melihat Bella tertawa kembali setelah kejadian yang membuatnya terluka
di Bajra Sandhi tadi.
“Udah Yang jangan sedih terus, kamu percayakan sama aku? Aku udah ngga ada
hubungan lagi sama Agnes, hati aku sudah tertutup untuknya, aku udah terlalu
tersakiti olehnya.”
“Iya koko, aku percaya kok sama kamu.” Bella tersenyum dan kedua tangannya
memegang kedua pipiku. Ketika kita sedang asik bercanda, handphone ku bunyi,
aku melihat kelayar handphone dan melihat angka-angka yang tidak aku kenal.
“Siapa?” Tanya Bella.
“Entah lah, aku tidak mengenal nomornya.” Jawabku mengangkat bahu.
“Angkat aja, siapa tahu penting.” Saran Bella.
“Hallo.” Kataku pada orang di sebrang telpon sana.
“Ah beb, syukur kau tidak mengganti nomor ponselmu.” Jawab wanita di sebrang telepon.
“Maaf, ini siapa yah?” Tanyaku, untuk meyakinkan siapa wanita di sebrang
telepon itu.
“Beb, kamu ngga kenal suaraku?”
“Anata wa? Naze anata wa futatabi watashiwoyonde iru no ka?1” Aku sengaja menggunakan
Bahasa Jepang dan berharap Bella tak mengerti apa yang aku katakan pada wanita
di sebrang sana.
“Aku ingin bertemu denganmu beb”
“Nan'notame? Watashitachi no kankei wa ijōdesu ga, anata wa sore o
shitte iru?2” Aku memperhatikan seaksi Bella ketika aku berbicara Bahasa Jepang dengan
wanita di sebrang sana. Aku lihat Bella tidak menampilkan reaksi apapun.
“Ya, aku mengerti, tapi izinkan aku untuk menjelaskan semuanya”
“Setsumei? Hitsuyō wa arimasen, watashi wa hitsuyō wa arimasen!3”
“Tapi aku perlu menjelaskan alasan mengapa aku tidak mengabarimu selama aku
di Jepang, please kita harus bertemu” Aku mendengar suara isakan
tangis wanita di sebrang sana.
“Daijōbu, dokodesu ka?4”
“ Aku tunggu besok pagi jam 10 di pantai Kuta tempat kita dulu, kamu masih
ingatkan?”
“Daijōbu, 10-Ji watashi wa soko ni tōchaku shimasu.5” Aku menutup telpon dan
memperhatikan ekspresi Bella.
“Temen kuliah, dia orang Jepang.” Kataku berbohong ketika melihat ekspresi
tanya di wajah Bella.
“Ow… ada apa dia menelponmu?” Tanya Bella penasaran. Sepertinya Bella
benar-benar tak mengerti pembicaraanku. Syukurlah waktu SMA ada pelajaran
Bahasa Jepang dan aku mengingatnya sedikit.
“Cuma nanyain kabar aja kok.” Jawabku benar-benar berbohong.
“Ow… yaudah gih sana kamu keluar. Aku mau istirahat cape.” Bella mendorong
tubuhku keluar kamar.
“Iya, iyaa.. met istirahat yah cici.” Kataku setelah Bella mengeluarkanku
dari kamar dan aku mengecup kening Bella dengan lembut.
2. Untuk apa? Hubungan kita sudah berakhir, kau tahu itu?
3. Penjelasan? Tidak perlu, aku tidak butuh!
4. Baiklah, Dimana?
5. Baiklah, Aku akan tiba disana pukul 10
*_*
Jam 10 pagi WIT aku melihat wanita berambut panjang terurai, dan mengenakan
pakaian kain khas pantai bali sedang berdiri di pinggir pantai dengan kaki yang
di biarkan basah terkena ombak kecil. Aku mengenal siapa dia walaupun aku hanya
melihat punggungnya saja. Aku menghampirinya dan berdiam tepat disebelah
kanannya.
“Langsung to the poin?” Kataku dengan pandangan lurus ke pantai tanpa
melihat wanita di sebalah kiriku.
“Apakah selama dua tahun aku di Jepang kau benar-benar tidak mempunyai
kekasih lain?” Agnes memulai pembicaraannya dan membuatku tidak percaya dengan
kata-katanya. Aku kecewa dengan pertanyaannya, ia seperti tidak mempercayai
kesetiaanku, dulu.
“Aku menunggu kabar darimu selama dua tahun setengah tanpa wanita lain di
hatiku setelah kau pergi ke Jepang. Kenapa kau tidak ada kabar selama kau di
Jepang?” Aku balik bertanya.
“Tahun pertama aku di Jepang, aku sibuk untuk mengurus beasiswaku. Aku
berencana untuk menemuimu saat Imlek tahun ke dua, aku datang untuk menepati
janjiku. Tapi saat aku datang ke Jakarta untuk menemuimu, aku melihat kau membopong
wanita lain dengan mesra di Hotel Rossa ketika aku sedang chek-in kamar. Itu
terakhir kalinya aku datang ke Jakarta, sejak kejadian itu aku tiap libur musim
dingin selalu pulang ke Bali. Aku membencimu saat itu, karena kau tidak
menepati janjimu untuk tetap setia padaku.” Perkataan Agnes sontak membuatku
kaget. Membopong wanita? Imlek? Hotel
Rossa? Aku mencoba mengingat kejadian Imlek empat tahun yang lalu. Siapa wanita yang dimaksud Agnes?
Tanyaku dalam hati, aku melihat Agnes sedang menunggu jawabanku.
“Meimei maksudmu?” Aku menjawab ragu, aku tak benar-benar ingat kejadian
empat tahun yang lalu, empat tahun yang lalu itu bukan waktu yang pendek.
“Entahlah, aku tak mengenal siapa dia sebelumnya, sepertinya dia wanita
cina.”
“Iya, itu Meimei.” Ingatku.
“Jadi kau mengakui bahwa kau mempunyai kekasih saat aku di Jepang?”
“Kau salah paham Nes, dia bukan
kekasihku.”
“Kalau dia bukan kekasihmu, mengapa kau membopongnya kekamar hotel dengan
mesra.!” Aku mendengar Agnes meninggikan nada suaranya.
“Dia teman SMPku, saat itu kita sedang mengadakan reuni di Hotel Rossa
bersamaan dengan hari Imlek. Pada saat itu penyakit jantungnya kumat, dan
kebetulan hanya ada aku lelaki di dekatnya lalu aku membopongnya kekamar hotel.”
“BOHONG! kalau jantungnya kumat kenapa tidak kau bawa kerumah sakit tapi
malah kau bawa kekamar hotel!!” Nada suara Agnes makin meninggi, sehingga
orang-orang yang berada di dekat kami memperhatikan kami.
“Tak perlu kau meninggikan nada suaramu, lihat banyak orang yang
memperhatikan kita.” Kataku marah, tanpa meninggikan nada suaraku.
“Maaf, aku terlalu emosi.” Katanya menyesal.
Jadi sebenarnya Agnes datang ke Jakarta dan menepati janjinya? Dan semua ini
karena kesalah pahaman? Aku bersikap santai seolah tidak memperdulikan
kesalah pahaman itu. “Baiklah. Sepertinya kau salah paham Nes, Meimei memintaku
mengantarkannya ke kamar hotel karena dia bilang dia hanya butuh istirahat,
sakit jantungnya kambuh karena dia terlalu lelah. Setelah aku mengantarkan
kekamarnya akupun meninggalkannya bersama teman yang lain.” Jelasku.
“Kau tidak berbohongkan Chris?”
“Apa aku terlihat sedang berbohong?” Aku menatap mata Agnes menyakinkannya
bahwa aku tidak berbohong. “Jika kau membenciku kenapa kau melakukan hal buruk
pada Bella kemarin?” Tanyaku kesal.
“Karena aku ingin wanita itu merasakan sakit yang aku rasakan empat tahun
lalu karenamu. Sebenarnya aku masih sangat mencintaimu Chris, apa kau juga masih
mencintaiku?” Pertanyaannya sontak membuatku terkejut, aku memalingkan wajahku
dari tatapan matanya. Agnes menggenggam pergelangan tangan kiriku dengan kedua
tangannya menunggu jawabanku. “Jawab Chris?”
“Tidak!” Jawabku berbohong, tetap dengan mata memandang ke laut.
“Aku tidak percaya kau kali ini.” Agnes berdiri di hadapanku untuk melihat
mataku, meyakinkan bahwa aku berbohong. Ketika aku ingin memalingkan wajahku
dari wajahnya, dia memegang daguku agar wajahku tidak berpaling dari wajahnya.
“Katakan bahwa kau tidak mencintaiku lagi!” Pintanya.
Bagaimana bisa aku sudah benar-benar tidak mencintainya? Dia adalah cinta
pertamaku, bagaimanapun cinta pertama sulit untuk dilepaskan. Aku ragu mengatakannya. Namun sebelum aku menjawabnya, dia melepaskan
daguku dari tangannyanya.
“Aku tahu siapa kekasihmu kini.” Lanjutnya, tetap berdiri di depanku, namun
kini dia memunggungiku.
“Maksudmu?” Tanyaku tak mengerti.
“Dia adik kelas kita di SMA bukan? Dan setahuku Tuhannya tak sama dengan
kita. Aku tak tahu sudah berapa lama hubungan kalian. Tapi aku yakin bahwa papihmu
tak tahu soal ini. Aku tahu papihmu sangat mencintai Tuhannya. Dan pastinya
jika papihmu tahu soal ini hubungan kalian tidak akan berjalan hingga saat
ini.” Aku hanya bisa terdiam memandangi punggung Agnes. Terdiam membenarkan
kata-kata Agnes. “Mau sampai kapan hubungan kalian? Pernikahan? Jika iya hanya
ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama kau akan membawanya ke jalan
Tuhanmu, jika dia tidak mau kau akan kehilangan keluargamu. Aku mengenal watak papihmu
Chris.” Lanjutnya. Dia membalikkan tubuhnya dan kembali menatap mataku. Aku hanya
diam dan balik menatap matanya. “Sampai kapan?” Agnes mengulang pertanyaannya
dengan kedua tanggannya mengegenggam kedua pergelangan tanganku.
“Sampai ia berhenti mencintaiku.” Jawabku yakin. Agnes melepaskan genggeman
kedua tangannya.
“Baiklah aku akan menunggu hingga ia berhenti mencintaimu.” Aku melihat
matanya berkaca-kaca saat mengatakan itu. Lalu dia pergi meninggalkanku di
pinggir pantai dengan tiupan angin yang membawa ombak membasahi kedua kakiku.
*_*
Selama di perjalanan pulang aku memikirkan kata-kata Agnes. Selama ini aku
menjalani hubungan dengan Bella tak terpikir tentang perbedaan kepercayaan
kita, karena selama hubungan kita, kita tak pernah merasa terganggu dengan perbedaan
itu. Papih jelas tak tahu soal ini. Karena aku merahasiakannya dari papih,
hanya papih. Mamihku tahu soal ini, dan mamih tidak keberatan, karena dulu aku
tak mengira hubungan kita akan berjalan lama dengan perbedaan kami ini. Aku
bisa membayangi kemarahan papih jika tahu soal ini. Papih tak pernah melarangku
berteman dengan siapapun, kecuali untuk urusan pacar, papih melarang semua
anaknya untuk berpacaran dengan yang berbeda kepercayaan dengan kami.
Yesus, apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar bingung
sekarang. Kini aku dan Bella sudah lulus kuliah, dan tidak mungkin hubungan
kita akan seperti ini selamanya. Kami belum pernah membicarakan pernikahan
sebelumnya, sehingga kami tak pernah membahas perbedaan kami.
Tanpa sadar aku menancap gas mobil dengan kecepatan tinggi.
“YESUUUUUSSS” Teriakku setelah mengerem mobilku secara mendadak ketika
melihat gadis kecil yang hampir aku tabrak. Aku langsung bergegas keluar mobil
dan memastikan anak itu baik-baik saja.
“Adik tidak apa-apa?” Tanyaku mengecek keadaan gadis kecil itu. Dan
beberapa orang di dekat situpun menghampirin kami.
“Tak apa bli.” Jawab anak itu ketakutan.
“Kamu yakin baik-baik saja? Maafkan saya, saya tidak memperhatikan kamu
menyebrang tadi.”
“Makanya bli kalau menyupir hati-hati.” Kata seorang kakek tua yang berada
di sampingku, yang tak ku sadari sejak kapan kakek itu berada di situ.
“Iya maaf bli, saya sedang tidak fokus tadi.” Jelasku pada kakek tersebut.
“Iya bli, saya tidak papa.” Jawab gadis kecil itu ketika aku memperhatikannya
menunggu jawaban dari pertanyaanku tadi.
“Syukurlah.” Kataku lega, lalu aku mengantarnya menyebrang dan di ikuti
bubaran orang-orang yang tadi merubungi kami. Dan aku melanjutkan perjalanan
pulang menuju rumah tante Tiara.
Ketika sampai di rumah tante Tiara, aku langsung mencari Bella di kamar
Hanna, namun aku tidak menemukannya disana.
“Bella tadi pamit pergi ke Pantai Sanur.” Terdengar suara Hanna dari dapur
yang melihat aku menutup pintu kamarnya.
“Kau tidak pergi kerestauran Han?” Tanyaku kaget melihat Hanna jam segini
masih dengan piamanya.
“Tidak, aku letih hari ini.” Jawab Hanna dengan mulut yang penuh roti tawar
sarapannya. “Kau dari mana?” Lanjutnya setelah mulutnya kembali kosong.
“Bertemu teman. Aku kan menyusul Bella ke Pantai Sanur.” Lalu Hanna menganggukan
kepalanya.
Aku menemukan Bella berdiri di pinggir pantai yang memperhatihan pengunjung
pantai yang sedang bermain layang-layang.
“Sendirian cantik.” Godaku dari belakangnya, dan merangkul bahu kirinya.
“Hei kau, sejak kapan disini?” Tanya Bella yang keget dengan kehadiranku.
“Sejak kau berada di hatiku.” Gombalku, dan Bella hanya tertawa kecil.
“Sudah bertemu dengan mantanmu itu?” Pertanyaan Bella membuat aku
melepaskan rangkulanku. Tahu dari mana
dia, aku menemui Agnes? Seingatku aku tidak memberi tahu siapa-siapa.
“Kau kira aku tidak mengerti Bahasa Jepang?” Lanjut Bella yang mengerti
kebingunganku.
“Aku kiraaa….”
“Apa kau lupa? Kita satu sensei di SMA yang sama.” Potong Bella.
Ah aku melupakan hal itu. Lalu aku menceritakan semua
pembicaraan aku dengan Agnes. Termasuk tentang persoalan perbedaan
kepercayaanku dengan Bella. Bella hanya tersenyum mendengar semua penjelasanku.
“Lalu, apa rencanamu untuk kelanjutan hubungan kita?” Tanyaku ragu, takut
ada perkatakan yang salah.
“Aku akan menikah setelah aku dan calon suamiku sudah bekerja dan dapat
mencukupi untuk kebutuhan keluarga kami kelak.” Jawab Bella, santai.
“Lalu dengan perbedaan kita?” Tanyaku yang masih ragu dengan kata-kata yang
aku lontarkan.
“Aku yakin Tuhan cuma satu, namun kita yang berbeda. Aku percaya jodoh,
rezeki dan kematian itu ada di tangan Tuhan. Jika kita memang tidak berjodoh,
Tuhan akan mempertemukan kita dengan jodoh kita nanti, dan jika kita berjodoh
Tuhan akan mempersatukan kita dengan caranya. Aku percaya itu.” Bella tersenyum,
dan aku melihat senyuman yang begitu ikhlas dari wajahnya. Kata-katanya tidak
salah, dan jika kita memang tidak berjodoh, aku mau kita di pisahkan seperti
cinta kami di pertemukan dengan cara yang indah.
Bella menatap wajahku masih dengan senyumannya. Lalu aku merangkul kembali
bahu kirinya, mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku sehingga aku dapat dengan
jelas mencium aroma tubuhnya yang wangi. “Love you Bel” kataku dan aku mengecup
keningnya dengan lembut.
“Love you too Chris. Cris lihat, Sunsitenya indah sekali.” Bella menunjuk
matahari yang terbenam dengan perlahan dan indah. Dan aku tersenyum padanya.
**TAMAT **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar