expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 25 November 2014

cerpen- la dolce vita (part 2)



CINTA YANG BERBEDA


Sepulang dari Italia aku dan Bella tidak langsung pulang ke rumah kami masing-masing, tapi kami pergi ke Bali untuk berlibur. Selama satu tahun aku menjalani ko’ass di Jakarta kami belum sempat berlibur bersama. Rencananya aku dan dia akan berlibur di Italia dengan mengikuti TOUR INTERNAZIONAL DI ROMA yang sebelumnya akan di adakan pada bulan pertengahan Februari setelah aku selesai ko’ass. Tapi entah kenapa acara itu malah di percepat pada bulan Desember, jadi aku tidak bisa ikut karena masih menjalanin ko’ass di Jakarta. Dan berhubung adiknya libur menjelang tahun baru, jadi aku memberikan tiket tournya kepada adik Bella, dari pada tiketnya mubazir.
Aku ada kepikiran untuk melanjutkan liburan di Venezia kota teromantis di Italia, tapi karena Stefano teman Bella itu sudah membuat masalah dengan hubungan aku dan Bella sehingga hampir hancur, jadi aku membatalkan rencana itu. Aku takut hal yang lebih buruk terjadi pada hubungan kami jika kami berlama-lama di rumah Stefano. Jadi aku dan Bella melanjutkan liburan di Bali.
Kami tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai pada pukul 14.15 WIT. Kami menunggu supir yang di kirimkan oleh tanteku untuk menjemput kami di depan pintu keluar bandara. Selama lima menit kami menunggu. Akhirnya mobil BMW silver dengan nomor polisi yang aku kenal berhenti di depan kami.
“Maaf mas telat, tadi Nyonya ada urusan mendadak jadi saya mengantar Nyonya dulu.” Kata supir yang menjemput kami meminta maaf dan memasukkan koper-koper kami ke dalam bagasi.
            “Iya, enggak apa-apa pak. Jadi tante Tiara enggak ada di rumah?” Tanyaku dan membukakan pintu mobil untuk Bella.
            “Enggak mas. Nyonya bilang akan pulang sore, kalau mas sama embaknya mau istirahat, kamar sudah di siapkan.
“Iya makasih Pak. Oiya katanya Hanna punya restoran pak di sini?”
“Iya mas. Nona Hanna buka restoran sebelum Nyonya sama Tuan pindah dari Surabaya.
“Ya sudah pak kita mampir ke restorannya Hanna dulu, kami juga belum makan siang.” Pintaku setelah pak Doddi masuk kedalam mobil. Hanna adalah anak pertama tante Tiara, menurutku masakannya memang lezat. Saat dia main ke rumahku dia sering memasak untukku, jelas tante Tiara sangat mendukung waktu Hanna minta kuliah jurusan memasak di luar negeri.
Saat kami tiba di restoran Hanna, Hanna menyambut kedatangan kami dengan hangat. Aku dan Hanna sudah lama tidak bertemu, dan sekarang sepupuhku ini menjadi gemuk dan tambah cantik. Aku dan Bella di suguhi masakan khusus darinya. Di restoran ini Hanna menyediakan masakan Sea food, Italian Food, Balinese Food, dan lainnya. Aku menyukai masakan ayam gorengnya, asli ayam kampung dan bumbunya meresap sampai kedalam. Di sini juga ada life musiknya terasa romantis, tidak kalah dengan Venezia.
Setelah selesai makan, aku dan Bella pamit ke Hanna untuk pulang ke rumah tante Tiara. Kami sangat lelah sepanjang jalanan belum sempat istirahat, dan Hanna masih sibuk dengan para tamunya sehingga tidak bisa pulang bersama kami.

*-*

            Pagi harinya aku mengajak Bella jogging di Pantai Sanur, pantai ini terletak di sebelah timur kota Denpasar, tidak jauh dari rumah tante Tiara. Di sini tersedia jalan setapak sepanjang kurang lebih 6 km di sepanjang pantai Mertasari sampai Padanggalak untuk jogging.  Aku melihat daya tarik Pantai ini disebelah utara yang melingkar seperti setengah lingkaran dan bagian selatannya berbelok dari timur ke barat, serta ombaknya yang tidak begitu besar. Di sini banyak terdapat kios barang kesenian dan art shop. Selesai jogging aku mengajak Bella sarapan pagi di rumah makan dipinggir pantai, di sini banyak terdapat rumah makan dan restorant yang menyediakan berbagai hidangan baik khas daerah maupun international. Sehingga tidak sulit untuk mencari rumah makan untuk kami sarapan.
Setelah selesai sarapan kami mencoba rekreasi air yang menjadi fasilitas di pantai ini. Parasailing yang pertama kami coba, awalnya Bella takut untuk mencoba parasailing, tapi aku memaksa dan membujuknya untuk mencoba permainan ini. Untuk permainan awal aku menemaninya naik bersama memakai satu parasut untuk berdua, ketika parasut ditarik oleh speedboat Bella terlihat sangat takut sekali, tapi setelah parasut naik tinggi ke udara dia terlihat sangat senang. Dan kini dia malah ketagihan untuk mencoba permainan yang lainnya seperti diving, snorkling, canoeing, surfing, dan jet ski.
Selesai bermain air di pantai kami kembali pulang kerumah tante Tiara, dan ternyata sepupuhku yang baik itu sudah menyediakan makan siang untuk kami. Setelah selesai makan siang dan mandi, kami siap kembali untuk berkeliling Denpasar. Aku meminjam mobil Hanna untuk jalan-jalan melihat indahnya kota Denpasar ini.
“Kita mau kemana dulu?” Tanyaku pada Bella saat di perjalanan.
“Ke tempat seni.” Jawab Bella dengan semangat.
“Baik lah, kita pergi ke Bali Art Centre.” Kataku menancap gas dengan kecepatan tinggi.
“Dimana itu?” Tanya Bella.
Bali Art Centre (Taman Werdhi Budaya) terletak di Jalan Nusa Indah Denpasar yang itu salah satu tempat terluas dan paling komplek untuk pergelaran budaya di Bali.”
“Apa yang kamu tahu tentang tempat itu?”
Pesta Kesenian Bali dilaksanakan di tempat itu tiap tahunnya. Tempat itu dirancang oleh arsitektur termuka di Bali berdasarkan arsitektur pura dan arsitektur Istana Kerajaan di Bali. Kawasan Taman Budaya yang dibelah sebuah sungai dari timur ke barat ini dibagi dalam empat komplek. Yaitu komplek Suci yang meliputi Pura Taman Beji, Bale Selonding, Bale Pepaosan, dan lainnya. Komplek tenang yang meliputi Perpustakaan Widya Kusuma. Komplek ramai yang meliputi Panggung Terbuka Ardha Candra dan Panggung tertutup Ksirarnawa.” Jelasku pada Bella.
“Wow, sudah berapa lama kamu tinggal di Bali? Sepertinya banyak tahu tentang Bali?” goda Bella.
“Dulu aku sering ketempat wisata di Bali bareng teman.” Jawabku bohong, aku dulu sering ke Bali karena kakak mantan pacarku tinggal di Bali, dan kami sering berlibur ke Bali. Jika aku jujur pada Bella aku takut dia akan marah.
Kami hanya pergi ke komplek setengah ramai, tempat itu meliputi Gedung Pameran Mahudara, Gedung Kriya, Wisma Seni, Wantilan dan Studio Patung. Berjam-jam kami berada di dalam studio. Bella terlihat begitu mengagumi karya-karya patung yang ada di Studio Patung ini, banyak karya-karya dari pemahat patung terkenal di sini. Setelah Bella puas berada di komplek setengah ramai kami melanjutkan perjalanan.
“Kemana lagi kita?” Tanyaku sebelum menancap gas.
“Ke tempat yang mempunyai nilai sejarah di Denpasar.” Jawabnya dengan semangat yang lebih dari perjalanan pertama kami.
“Hei sejak kapan kamu menyukai seni dan sejarah?” Tanyaku penasaran dan mulai mencapkan gas. Namun dia hanya tertawa.
“Sejak aku berlibur di Italia. Kamu tahu di sana banyak sekali seniman-seniman ternama di dunia, dan sejarah-sejarah yang mengagumkan. Wooww... Dan kini aku ingin mengetahui banyak tentang seniman dan sejarah di Indonesia dengan berwisata. Itu cara untuk mempelajari sejarah yang tidak membosankan.” Jawabnya dengan antusias.
“Baiklah jika itu maumu.
Lalu aku membawanya ke Lapangan Puputan Badung.
“Ini namanya Lapangan Puputan Badung yang merupakan pusat keramaian di Denpasar. Puputan yang artinya ‘habis-habisan’ dimana pada tahun 1906 ketika Belanda menyerbu Denpasar, rakyat Bali yang dipimpin oleh Raja Denpasar memilih untuk bertempur habis-habisan dari pada menyerah terhadap Belanda. Kurang lebih 4.000 rakyat Bali termasuk Keluarga Raja Denpasar tewas dan sejak itu Belanda menguasai Bali. Untuk memperingati perang Puputan Badung maka didirikanlah Monumen Puputan Badung yang terletak di sebelah Utara lapangan. Monumen tersebut terdiri dari Raja, Ratu dan dua orang putra raja. Lapangan ini tempat untuk rekreasi bagi masyarakat kota Denpasar.” Jelasku ketika kami tiba di Lapangan Puputan Badung.
“Ternyata kamu tahu banyak tentang sejarah di Bali, kamu ini seorang dokter atau sejarahwan sih?” Bella menggodaku lagi, dan aku hanya tersenyum dan mengacak rambut Bella dengan lembut.
“Kamu pasti tahu monumen Bajra Sandhi, iya kan?” Tanyanya.
“Tahu, itu merupakan Monumen Perjuangan Rakyat Bali untuk memberi hormat pada para pahlawan serta merupakan lambang persemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman yang dapat memberi inovasi dan inspirasi dalam mengisi dan menjaga keajegan negara Kesatuan RI. Lokasi monumen itu terletak di depan Kantor Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali yang juga di depan Gedung DPRD Propinsi Bali Niti Mandala Renon persisnya di Lapangan Puputan Renon. Kamu mau kesana?” Tanyaku
“Tuhkan, benar dugaanku, kamu pasti tahu tempat itu. Iya aku mau kesana katanya tempatnya bagus?”
“Iya tempatnya bagus, keseluruhan data daerah monumen berbentuk segi empat bujur sangkar dengan penerapan konsepsi Tri Mandala, yaitu Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Nistaning Utama Mandala berada di lantai dasar Gedung Monumen, yang terdapat ruang informasi, ruang keperpustakaan, ruang pameran, ruang pertemuan, ruang administrasi, gedung dan toilet. Ditengah-tengah ruangan terdapat telaga yang diberi nama sebagai Puser Tasik, delapan tiang agung dan juga tangga naik berbentuk tapak dara. Lalu Madyaning Utama Mandala berada di lantai dua yang berfungsi sebagai tempat diaroma yang berjumlah 33 unit. Dilantai itu terdapat pajangan miniatur perjuangan rakyat Bali dari masa ke masa.” Jelasku di sepanjang jalan menuju Bajra Sandhi.
“Yaaaangg… kamu itu di kampus belajar anatomi atau sejarah Bali sih?” Bella terlihat bingung dengan semua penjelasanku yang kalau di pikir memang tidak ada kaitannya dengan jurusan kedokteran. Dan aku hanya tertawa dan merasa bersalah. Dengan menjelaskan sejarah Bali kepada Bella secara tidak langsung aku teringat dengan mantanku yang sudah lama tidak ada kabar dari awal kami kuliah hingga sekarang. Dan kenangan kami dulu kembali terukir di pikiranku. Maafkan aku Bel, ini bukan ke inginanku.

Selagi Bella melihat-lihat monument Bajra Sandhi, aku pergi ke Utamaning Utama Mandala yang berada di lantai tiga yang berposisi paling atas yang berfungsi sebagai ruang ketenangan. Aku bersantai di tempat ini menikmati suasana kejauhan disekeliling monumen.
Tak lama kemudian aku melihat Bella menghampiriku. “Tempatnya mengagumkan Chris, aku baru sadar ternyata di Indonesia ini memiliki tempat-tempat bersejarah yang engga kalah menabjubkan dengan Roma.” Ucapnya setelah duduk di sebelah kananku.
“Kenapa kamu milih jurusan Psikologi? Kenapa engga ngambil jurusan Sejarah, biar kamu tahu semua sejarah di Indonesia ini?” Aku merapihkan ramputnya yang terlihat sedikit berantakan.
“Itu akan membosankan untukku Chris belajar sejarah di tempat duduk berjam-jam membayangkan pertempuran-pertempuran yang terjadi di tahunnya.” Bella menggelengkan kepalanya.
“Baiklah lain kali aku akan mengajakmu ke tempat yang di penuhi dengan sejarah di Jakarta atau di Bandung, untuk memperluas pengetahuanmu tentang sejarah Indonesia. Bagaimana?” Ia membalasnya dengan anggukan dan senyuman yang begitu manis.
“Aku ingin menjelajahi perpustakaan di bawah lebih lama lagi. Kamu mau ikut?”
“Kamu saja duluan, nanti aku menyusul. Aku ingin menikmati suasana yang menenangkan ini lebih lama.”
“Baiklah. Aku akan menunggumu di bawah.” Bella-pun pergi meninggalkanku. Aku tersenyum memandangi punggunggnya hingga ia-pun tak terlihat olehku.
Aku mengenalinya sejak tujuh tahun yang lalu, ketika aku duduk di bangku kelas dua SMA sedangkan dia duduk di bangku kelas satu SMA. Awal aku berjumpa dengannya tidak ada sedikitpun rasa tertarik padanya, tapi setelah dia menjadi kekasihku selama dua tahun ini sungguh aku kini mencintainya.

*_*

Aku mencari sosok Bella di dalam perpustakaan, berjalan di tengah rak-rak buku bertumpukkan berharap dapat melihat Bella, yang sedang mencari-cari buku yang di perlukannya.
‘Bruk’
Aku menabrak seseorang dan menjatuhkan buku yang dibawanya. “Maaf.” Kataku setelah wanita yang ku tabrak itu mengambil buku yang terjatuh dan berdiri di hadapanku.
“Chris?” “Agnes?” Kami bersamaan memanggil nama lawan bicara kami. Lalu dia memeluk tubuhku dengan erat, “Aku kangen sama kamu beb. Agnes memelukku semakin erat.
Aku berusaha melepaskan pelukan dari tangannya dan melihat kesekelilingku. “Lepas Nes ini tempat umum.Kataku memberontak tubuh Agnes yang semakin erat memelukku.
“Maaf, aku terlalu bahagia bisa bertemu sama kamu di sini.” Dia melepaskan pelukan tangannya dari tubuhku. “Bagaimana kabar kamu beb?”
“Chris?” Sebelum aku sempat menjawab pertanyaan Agnes aku mendengar suara dari arah belakangku, lalu aku membalikkan badan. Agnes menarik tangan kananku dan merangkul tangan kananku.
“Siapa dia Chris?” Tanya Bella tersenyum dan sudah berada di hadapanku. Aku berusaha melepaskan rangkulan tangan Agnes yang semakin erat.
“Gw Agnes, pacarnya Chris dari Jepang.” Agnes memindahkan buku dari tangan kanannya ke tangan kirinya dan mengulurkan tangan kanannya berharap mendapatkan jabatan tangan dari Bella, dan aku tetap berusaha melepaskan rangkulan tangannya. Bella melotot marah ke arahku dan mengabaikan tangan Agnes.
“Lepas Nes!” Aku membentak dan Agnes melepaskan rangkulannya. “Kamu bukan pacarku lagi, Nes.” Aku berdiri  ke samping Bella dan merangkul tubuhnya mendekatkan ke tubuhku. “Dia kekasihku sekarang.” Agnes hanya terkekeh menyindir.
“Dasar wanita murahan, mau saja menjadi wanita simpanan.” Belum sempat dia menutup mulutnya aku menampar pipi kirinya, dan jarinya menyentuh cetakan merah yang ku buat disana.
“Maaf. Bli di sini perpustakaan tolong jangan buat keributan di sini.” Kata seorang pria staf perpustakaan ini dengan logat balinya yang kental.
“Maaf, Bli.” Sahut Bella melepaskan rangkulan tanganku dan pergi keluar perpustakaan, aku mengejarnya. Bella berhenti di samping mobil Hanna yang aku parkirkan di parkiran monumen Bajra Sandhi.
“Benar dia pacarmu dari Jepang?” Tanya Bella dengan ekspresi marah yang terlihat di wajahnya.
“Dia mantanku lima tahun yang lalu Bel.” Jawabku tenang.
“Mantan?” Agnes tiba-tiba muncul dari belakangku, dan aku membalikkan tubuhku. “Kapan aku memutuskan hubungan kita Chris?”
“Aku yang memutuskanmu Nes!” Aku menegaskan.
“Kamu enggak bisa gittu dong Chris, seenaknya memutuskan hubungan sebelah pihak!” Bentak Agnes.
“Kamu sendiri yang meninggalkanku kan Nes!”
“Aku kan bilang, hubungan kita break dulu selama aku di Jepang, dan aku akan kembali ...” Sebelum Agnes menyelesaikan bicaranya aku memotong perkataannya , “Kamu bilang akan kembali setelah 2 tahun kamu di Jepang, tapi aku menunggumu kembali selama dua tahun setengah tanpa ada kabar darimu. Dan bahkan kini kamu baru kembali setelah lima tahun kamu di Jepang. Aku rasa hubungan kita sudah sepantasnya berakhir Nes.” Aku membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Bella masuk ke dalam mobil. Saat aku membuka pintu supir Agnes mencengkram tangan kiriku.
“Baiklah kalau itu maumu Chris. Tapi aku beri tahu, aku sungguh mencintaimu Chris.” Agnes melepaskan cengkraman tangannya dan menangkup wajahku lalu mencium bibirku dengan tekanan yang sangat kencang. Aku mendorongnya menjauh dariku lalu ia melihat ke arah dalam mobil tempat Bella duduk.
“Terserah kamu saja Nes!” Aku masuk ke dalam mobil. Kami meninggalkan Agnes sendiri di parkiran itu.
Dalam perjalanan Bella memalingkan wajahnya ke arah luar jendela. “Aku minta maaf yah atas semua kejadian ini dan kata-kata Agnes tadi.” Kataku meminta maaf dan ia hanya menganggukan kepalanya tanpa melihat kearahku.
“Kamu enggak kenapa-kenapakan sayang?” Aku mengelus kepalanya dengan lembut menyakinkan dia baik-baik saja.
“Bagaimana rasanya ciuman dari sang mantan?” Suaranya terdengar parau, dia bertanya tanpa memalingkan wajahnya kearahku.
“Kamu menangis? Sungguh aku minta maaf, aku tidak menyangka Agnes begitu nekat seperti itu.” Aku meminggirkan mobilku. Aku mengelus paha kanannya dengan lembut berusaha agar ia memalingkan wajahnya kearahku. Benar dugaanku, ketika ia memalingkan wajahnya kearahku, aku melihat pipinya di basahi air mata. Aku memeluk tubuhnya dan mengelus pundaknya, berusaha menenangkannya. “Aku tidak akan menyuruhmu berhenti menangis. Karena aku tahu bagaimana perasaanmu ketika melihat Agnes menciumku, itupun yang aku rasakan ketika kamu mencium Stefano waktu itu.”
“Aku minta maaf atas kejadian di Venezia.” Akhirnya dia membuka mulut tanpa melepaskan pelukkanku.
“Aku sudah memaafkanmu cici. Apa cici juga mau maafin koko atas kejadian tadi?” Bella tidak menjawab, tapi aku merasakan anggukannya di pundakku.

*_*

            Sesampainya dirumah tante Tiara, Bella langsung masuk kekamar Hanna, tempat istirahat sementara Bella selama di Bali. Ketika aku ingin menyusulnya, tante Tiara memanggilku dari arah meja makan, dan aku menghampirinya.
            “Bella kenapa Chris? Sepertinya dia menangis.” Tanya tante Tiara ketika aku duduk di hadapannya. Lalu aku menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi di Bajra Sandhi tadi.
            “Agnes? Pacarmu yang dulu tinggal di Kuta bukan?” Tanya tante Tiara tidak percaya.
            “Iya tante, dia mantan aku yang ninggalin aku dengan status hubungan yang tidak jelas. Bukan salahkukan kalau aku memutuskan hubungan kita tanpa persetujuan dia dan mencitai Bella saat ini, toh dia juga yang melantarkan cintaku di Bali.”
            “Hmmm… iya, bukan salah kamu kok Chris. Tapi kok dia senekat itu di depan Bella? Sepertinya Agnes orang baik dan terlihat sopan, masa dia sepeti itu di tempat umum?”
“Aku juga ngga tahu tante, setahu aku Agnes bukan tipe cewek yang asal ngomong seperti itu, tapi yah entah setelah dia kuliah di Jepang. Selama di Jepang dia ngga pernah sekalipun menghubungiku.”
“Yampun tante ngga nyangka Agnes seperti itu. Ngomong-ngomong kamu dan Bella sudah makan belum?”
“Belum tante, tadi rencana pulang dari Bajra Sandhi mau ke restoran Hanna, eh malah gini jadinya.”
“Yasudah kamu antarkan makan gih kekamarnya Bella,  jangan di biarin anak orang ngga di kasih makan yah”
“hahaha iya tante.” Aku menyiapkan makan untuk Bella setelah tante Tiara pergi kekamarnya.
Aku masih ngga habis pikir dengan apa yang dilakukan Agnes terhadap Bella, dan kenapa juga harus ketemu Agnes di tempat itu? Aku tahu itu tempat yang biasa Agnes kunjungi, tapi aku ngga tahu kalau dia sudah kembali dari Jepang, kalau tahu ngga akan aku bawa Bella ke tempat itu.
Dan kenapa kebetulan juga ketemu Agnes ketika aku kembali mengenang semua tentang kita dari menceritakan kembali sejarah Bali ke Bella yang pernah di ceritakan Agnes dulu? Aku benar-benar tidak mengerti dengan semua kebetulan itu. Hatiku kini kembali terluka ketika melihatnya kembali ke Bali. Bertahun-tahun di tinggal Kuliah di Jepang tanpa kabar, sekalinya bertemu dia bersikap diluar akalku. Aku benar-benar kesal dengan sikap Agnes tadi.

Tok tok tok..
“Yang, aku bawa makanan untukmu? Aku boleh masuk?” Tanyaku di depan pintu luar kamar Hanna. Tanpa menungu lama Bella membukakan pintu untukku. Wajahnya terlihat bahwa dia habis menangis, matanya merah dan pipinya agak basah.
Tanpa bertanya aku masuk kekamar dengan membawa senampan makanan untuknya, dan menyuruhnya duduk di kasur. Aku menarik kursi dari meja rias Hanna dan menghampiri Bella. Aku duduk di hadapannya sekarang. Aku memandangi wajahnya yang cantik dan matanya yang merah karena habis menangis, kami saling memandang tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku melihat kepedihan dari matanya, aku tahu apa yang di rasakan Bella saat ini. Aku juga merasakan kepedihan yang sama dengan Bella. Melihat mantan kekasihku yang sudah meninggalkanku keluar negeri selama lima tahun dan tanpa kabar, setelah bertemu ia malah memaki wanita yang kini ku cinta yang sedang duduk di hadapanku sekarang.
“Koko suapin yah?” Tanyaku memecahkan keheningan kamar Hanna. Dia hanya mengangguk pelan tanpa menjawab,  jika aku tidak memperhatikan wajahnya mungkin anggukan itu tidak akan terlihat dengan jelas.
Hingga suapan akhir Bella masih terdiam memandangiku dengan tatapan kekecewaannya padaku. “Awaaaas ada pesawat mau lewat, buka terowongannyaa aaaaaa…” Kataku sambil memainkan sendok yang berisi nasi terakhirnya untuk memasukkan kedalam mulut Bella, Bella tertawa kecil dan membuka mulutnya dengan lebar. “Nah gittu dong, kan manis kalau cicinya koko yang satu ini ketawa.” Godaku dan mencubit pipi kiri Bella dengan tangan kananku. Dia hanya tersenyum, akupun tersenyum, senang melihat Bella tertawa kembali setelah kejadian yang membuatnya terluka di Bajra Sandhi tadi.
“Udah Yang jangan sedih terus, kamu percayakan sama aku? Aku udah ngga ada hubungan lagi sama Agnes, hati aku sudah tertutup untuknya, aku udah terlalu tersakiti olehnya.”
“Iya koko, aku percaya kok sama kamu.” Bella tersenyum dan kedua tangannya memegang kedua pipiku. Ketika kita sedang asik bercanda, handphone ku bunyi, aku melihat kelayar handphone dan melihat angka-angka yang tidak aku kenal.
“Siapa?” Tanya Bella.
“Entah lah, aku tidak mengenal nomornya.” Jawabku mengangkat bahu.
“Angkat aja, siapa tahu penting.” Saran Bella.
“Hallo.” Kataku pada orang di sebrang telpon sana.
“Ah beb, syukur kau tidak mengganti nomor ponselmu.”  Jawab wanita di sebrang telepon.
“Maaf, ini siapa yah?” Tanyaku, untuk meyakinkan siapa wanita di sebrang telepon itu.
“Beb, kamu ngga kenal suaraku?”
Anata wa? Naze anata wa futatabi watashiwoyonde iru no ka?1” Aku sengaja menggunakan Bahasa Jepang dan berharap Bella tak mengerti apa yang aku katakan pada wanita di sebrang sana.
“Aku ingin bertemu denganmu beb”
Nan'notame? Watashitachi no kankei wa ijōdesu ga, anata wa sore o shitte iru?2” Aku memperhatikan seaksi Bella ketika aku berbicara Bahasa Jepang dengan wanita di sebrang sana. Aku lihat Bella tidak menampilkan reaksi apapun.
“Ya, aku mengerti, tapi izinkan aku untuk menjelaskan semuanya”
Setsumei? Hitsuyō wa arimasen, watashi wa hitsuyō wa arimasen!3
“Tapi aku perlu menjelaskan alasan mengapa aku tidak mengabarimu selama aku di Jepang, please kita harus bertemu” Aku mendengar suara isakan tangis wanita di sebrang sana.
Daijōbu, dokodesu ka?4
“ Aku tunggu besok pagi jam 10 di pantai Kuta tempat kita dulu, kamu masih ingatkan?”
Daijōbu, 10-Ji watashi wa soko ni tōchaku shimasu.5” Aku menutup telpon dan memperhatikan ekspresi Bella.
“Temen kuliah, dia orang Jepang.” Kataku berbohong ketika melihat ekspresi tanya di wajah Bella.
“Ow… ada apa dia menelponmu?” Tanya Bella penasaran. Sepertinya Bella benar-benar tak mengerti pembicaraanku. Syukurlah waktu SMA ada pelajaran Bahasa Jepang dan aku mengingatnya sedikit.
“Cuma nanyain kabar aja kok.” Jawabku benar-benar berbohong.
“Ow… yaudah gih sana kamu keluar. Aku mau istirahat cape.” Bella mendorong tubuhku keluar kamar.
“Iya, iyaa.. met istirahat yah cici.” Kataku setelah Bella mengeluarkanku dari kamar dan aku mengecup kening Bella dengan lembut.

NB : 1. Kau? Kenapa kau menghubungiku lagi?
       2. Untuk apa? Hubungan kita sudah berakhir, kau tahu itu?
       3. Penjelasan? Tidak perlu, aku tidak butuh!
       4. Baiklah, Dimana?
       5. Baiklah, Aku akan tiba disana pukul 10

*_*

Jam 10 pagi WIT aku melihat wanita berambut panjang terurai, dan mengenakan pakaian kain khas pantai bali sedang berdiri di pinggir pantai dengan kaki yang di biarkan basah terkena ombak kecil. Aku mengenal siapa dia walaupun aku hanya melihat punggungnya saja. Aku menghampirinya dan berdiam tepat disebelah kanannya.
“Langsung to the poin?” Kataku dengan pandangan lurus ke pantai tanpa melihat wanita di sebalah kiriku.
“Apakah selama dua tahun aku di Jepang kau benar-benar tidak mempunyai kekasih lain?” Agnes memulai pembicaraannya dan membuatku tidak percaya dengan kata-katanya. Aku kecewa dengan pertanyaannya, ia seperti tidak mempercayai kesetiaanku, dulu.
“Aku menunggu kabar darimu selama dua tahun setengah tanpa wanita lain di hatiku setelah kau pergi ke Jepang. Kenapa kau tidak ada kabar selama kau di Jepang?” Aku balik bertanya.
“Tahun pertama aku di Jepang, aku sibuk untuk mengurus beasiswaku. Aku berencana untuk menemuimu saat Imlek tahun ke dua, aku datang untuk menepati janjiku. Tapi saat aku datang ke Jakarta untuk menemuimu, aku melihat kau membopong wanita lain dengan mesra di Hotel Rossa ketika aku sedang chek-in kamar. Itu terakhir kalinya aku datang ke Jakarta, sejak kejadian itu aku tiap libur musim dingin selalu pulang ke Bali. Aku membencimu saat itu, karena kau tidak menepati janjimu untuk tetap setia padaku.” Perkataan Agnes sontak membuatku kaget. Membopong wanita? Imlek? Hotel Rossa? Aku mencoba mengingat kejadian Imlek empat tahun yang lalu. Siapa wanita yang dimaksud Agnes? Tanyaku dalam hati, aku melihat Agnes sedang menunggu jawabanku.
“Meimei maksudmu?” Aku menjawab ragu, aku tak benar-benar ingat kejadian empat tahun yang lalu, empat tahun yang lalu itu bukan waktu yang pendek.
“Entahlah, aku tak mengenal siapa dia sebelumnya, sepertinya dia wanita cina.”
“Iya, itu Meimei.” Ingatku.
“Jadi kau mengakui bahwa kau mempunyai kekasih saat aku di Jepang?”
 “Kau salah paham Nes, dia bukan kekasihku.”
“Kalau dia bukan kekasihmu, mengapa kau membopongnya kekamar hotel dengan mesra.!” Aku mendengar Agnes meninggikan nada suaranya.
“Dia teman SMPku, saat itu kita sedang mengadakan reuni di Hotel Rossa bersamaan dengan hari Imlek. Pada saat itu penyakit jantungnya kumat, dan kebetulan hanya ada aku lelaki di dekatnya lalu aku membopongnya kekamar hotel.”
“BOHONG! kalau jantungnya kumat kenapa tidak kau bawa kerumah sakit tapi malah kau bawa kekamar hotel!!” Nada suara Agnes makin meninggi, sehingga orang-orang yang berada di dekat kami memperhatikan kami.
“Tak perlu kau meninggikan nada suaramu, lihat banyak orang yang memperhatikan kita.” Kataku marah, tanpa meninggikan nada suaraku.
“Maaf, aku terlalu emosi.” Katanya menyesal.
Jadi sebenarnya Agnes datang ke Jakarta dan menepati janjinya? Dan semua ini karena kesalah pahaman? Aku bersikap santai seolah tidak memperdulikan kesalah pahaman itu. “Baiklah. Sepertinya  kau salah paham Nes, Meimei memintaku mengantarkannya ke kamar hotel karena dia bilang dia hanya butuh istirahat, sakit jantungnya kambuh karena dia terlalu lelah. Setelah aku mengantarkan kekamarnya akupun meninggalkannya bersama teman yang lain.”  Jelasku.
“Kau tidak berbohongkan Chris?”
“Apa aku terlihat sedang berbohong?” Aku menatap mata Agnes menyakinkannya bahwa aku tidak berbohong. “Jika kau membenciku kenapa kau melakukan hal buruk pada Bella kemarin?” Tanyaku kesal.
“Karena aku ingin wanita itu merasakan sakit yang aku rasakan empat tahun lalu karenamu. Sebenarnya aku masih sangat mencintaimu Chris, apa kau juga masih mencintaiku?” Pertanyaannya sontak membuatku terkejut, aku memalingkan wajahku dari tatapan matanya. Agnes menggenggam pergelangan tangan kiriku dengan kedua tangannya menunggu jawabanku. “Jawab Chris?”
“Tidak!” Jawabku berbohong, tetap dengan mata memandang ke laut.
“Aku tidak percaya kau kali ini.” Agnes berdiri di hadapanku untuk melihat mataku, meyakinkan bahwa aku berbohong. Ketika aku ingin memalingkan wajahku dari wajahnya, dia memegang daguku agar wajahku tidak berpaling dari wajahnya. “Katakan bahwa kau tidak mencintaiku lagi!” Pintanya.
Bagaimana bisa aku sudah benar-benar tidak mencintainya? Dia adalah cinta pertamaku, bagaimanapun cinta pertama sulit untuk dilepaskan. Aku ragu mengatakannya. Namun sebelum aku menjawabnya, dia melepaskan daguku dari tangannyanya.
“Aku tahu siapa kekasihmu kini.” Lanjutnya, tetap berdiri di depanku, namun kini dia memunggungiku.
“Maksudmu?” Tanyaku tak mengerti.
“Dia adik kelas kita di SMA bukan? Dan setahuku Tuhannya tak sama dengan kita. Aku tak tahu sudah berapa lama hubungan kalian. Tapi aku yakin bahwa papihmu tak tahu soal ini. Aku tahu papihmu sangat mencintai Tuhannya. Dan pastinya jika papihmu tahu soal ini hubungan kalian tidak akan berjalan hingga saat ini.” Aku hanya bisa terdiam memandangi punggung Agnes. Terdiam membenarkan kata-kata Agnes. “Mau sampai kapan hubungan kalian? Pernikahan? Jika iya hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama kau akan membawanya ke jalan Tuhanmu, jika dia tidak mau kau akan kehilangan keluargamu. Aku mengenal watak papihmu Chris.” Lanjutnya. Dia membalikkan tubuhnya dan kembali menatap mataku. Aku hanya diam dan balik menatap matanya. “Sampai kapan?” Agnes mengulang pertanyaannya dengan kedua tanggannya mengegenggam kedua pergelangan tanganku.
“Sampai ia berhenti mencintaiku.” Jawabku yakin. Agnes melepaskan genggeman kedua tangannya.
“Baiklah aku akan menunggu hingga ia berhenti mencintaimu.” Aku melihat matanya berkaca-kaca saat mengatakan itu. Lalu dia pergi meninggalkanku di pinggir pantai dengan tiupan angin yang membawa ombak membasahi kedua kakiku.

*_*

Selama di perjalanan pulang aku memikirkan kata-kata Agnes. Selama ini aku menjalani hubungan dengan Bella tak terpikir tentang perbedaan kepercayaan kita, karena selama hubungan kita, kita tak pernah merasa terganggu dengan perbedaan itu. Papih jelas tak tahu soal ini. Karena aku merahasiakannya dari papih, hanya papih. Mamihku tahu soal ini, dan mamih tidak keberatan, karena dulu aku tak mengira hubungan kita akan berjalan lama dengan perbedaan kami ini. Aku bisa membayangi kemarahan papih jika tahu soal ini. Papih tak pernah melarangku berteman dengan siapapun, kecuali untuk urusan pacar, papih melarang semua anaknya untuk berpacaran dengan yang berbeda kepercayaan dengan kami.
Yesus, apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar bingung sekarang. Kini aku dan Bella sudah lulus kuliah, dan tidak mungkin hubungan kita akan seperti ini selamanya. Kami belum pernah membicarakan pernikahan sebelumnya, sehingga kami tak pernah membahas perbedaan kami.
Tanpa sadar aku menancap gas mobil dengan kecepatan tinggi.
“YESUUUUUSSS” Teriakku setelah mengerem mobilku secara mendadak ketika melihat gadis kecil yang hampir aku tabrak. Aku langsung bergegas keluar mobil dan memastikan anak itu baik-baik saja.
“Adik tidak apa-apa?” Tanyaku mengecek keadaan gadis kecil itu. Dan beberapa orang di dekat situpun menghampirin kami.
“Tak apa bli.” Jawab anak itu ketakutan.
“Kamu yakin baik-baik saja? Maafkan saya, saya tidak memperhatikan kamu menyebrang tadi.”
“Makanya bli kalau menyupir hati-hati.” Kata seorang kakek tua yang berada di sampingku, yang tak ku sadari sejak kapan kakek itu berada di situ.
“Iya maaf bli, saya sedang tidak fokus tadi.” Jelasku pada kakek tersebut.
“Iya bli, saya tidak papa.” Jawab gadis kecil itu ketika aku memperhatikannya menunggu jawaban dari pertanyaanku tadi.
“Syukurlah.” Kataku lega, lalu aku mengantarnya menyebrang dan di ikuti bubaran orang-orang yang tadi merubungi kami. Dan aku melanjutkan perjalanan pulang menuju rumah tante Tiara.

Ketika sampai di rumah tante Tiara, aku langsung mencari Bella di kamar Hanna, namun aku tidak menemukannya disana.
“Bella tadi pamit pergi ke Pantai Sanur.” Terdengar suara Hanna dari dapur yang melihat aku menutup pintu kamarnya.
“Kau tidak pergi kerestauran Han?” Tanyaku kaget melihat Hanna jam segini masih dengan piamanya.
“Tidak, aku letih hari ini.” Jawab Hanna dengan mulut yang penuh roti tawar sarapannya. “Kau dari mana?” Lanjutnya setelah mulutnya kembali kosong.
“Bertemu teman. Aku kan menyusul Bella ke Pantai Sanur.” Lalu Hanna menganggukan kepalanya.

Aku menemukan Bella berdiri di pinggir pantai yang memperhatihan pengunjung pantai yang sedang bermain layang-layang.
“Sendirian cantik.” Godaku dari belakangnya, dan merangkul bahu kirinya.
“Hei kau, sejak kapan disini?” Tanya Bella yang keget dengan kehadiranku.
“Sejak kau berada di hatiku.” Gombalku, dan Bella hanya tertawa kecil.
“Sudah bertemu dengan mantanmu itu?” Pertanyaan Bella membuat aku melepaskan rangkulanku. Tahu dari mana dia, aku menemui Agnes? Seingatku aku tidak memberi tahu siapa-siapa.
“Kau kira aku tidak mengerti Bahasa Jepang?” Lanjut Bella yang mengerti kebingunganku.
“Aku kiraaa….”
“Apa kau lupa? Kita satu sensei di SMA yang sama.” Potong Bella.
Ah aku melupakan hal itu. Lalu aku menceritakan semua pembicaraan aku dengan Agnes. Termasuk tentang persoalan perbedaan kepercayaanku dengan Bella. Bella hanya tersenyum mendengar semua penjelasanku.
“Lalu, apa rencanamu untuk kelanjutan hubungan kita?” Tanyaku ragu, takut ada perkatakan yang salah.
“Aku akan menikah setelah aku dan calon suamiku sudah bekerja dan dapat mencukupi untuk kebutuhan keluarga kami kelak.” Jawab Bella, santai.
“Lalu dengan perbedaan kita?” Tanyaku yang masih ragu dengan kata-kata yang aku lontarkan.
“Aku yakin Tuhan cuma satu, namun kita yang berbeda. Aku percaya jodoh, rezeki dan kematian itu ada di tangan Tuhan. Jika kita memang tidak berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kita dengan jodoh kita nanti, dan jika kita berjodoh Tuhan akan mempersatukan kita dengan caranya. Aku percaya itu.” Bella tersenyum, dan aku melihat senyuman yang begitu ikhlas dari wajahnya. Kata-katanya tidak salah, dan jika kita memang tidak berjodoh, aku mau kita di pisahkan seperti cinta kami di pertemukan dengan cara yang indah.
Bella menatap wajahku masih dengan senyumannya. Lalu aku merangkul kembali bahu kirinya, mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku sehingga aku dapat dengan jelas mencium aroma tubuhnya yang wangi. “Love you Bel” kataku dan aku mengecup keningnya dengan lembut.
“Love you too Chris. Cris lihat, Sunsitenya indah sekali.” Bella menunjuk matahari yang terbenam dengan perlahan dan indah. Dan aku tersenyum padanya.


**TAMAT **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar